Ngaji Kewenangan Desa
Berbicara tentang kewenangan desa, berarti berbicara tentang Inti atau
Ruh Undang – undang Desa, Mandat UU No 6/2014 tentang Desa (UU Desa)
adalah mengakui dan menghormati kewenangan desa berdasarkan hak asal usul dan
lokal berskala desa. Asas rekognisi ( Pengakuan ) dan
subsidiaritas
( Penghormatan ) inilah yang kini menjadi
spirit dalam mendudukkan desa untuk berwenang menyelenggarakan pemerintahan
desa, pembangunan desa, pembinaan sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan
masyarakat. Dengan kewenangan ini pula diyakini akan menjadi penyangga bagi
kemandirian desa (desa mandiri), yaitu desa yang berkuasa da bertanggung jawab
penuh atas aset-aset yang dimilikinya untuk memenuhi hak-hak dasar dan
penghidupan desa secara berkelanjutan.
Memahami
Definisi Kewenagan Desa
Sebelum
mengerti kewenangan desa lebih baik kita mengerti dahulu apa yang dimaksud
dengan kewenangan. Kewenangan adalah hak untuk melakukan sesuatu melalui
kekuasaan dan tanggungjawab yang dilindungi oleh keabsahan hukum/peraturan yang
kuat. Dalam konteks desa maka dapat dipahami bahwa kewenangan desa diartikan
sebagai kekuasaan dan tanggungjawab desa sebagai entitas hukum untuk mengatur
dan mengurus desa. Istilah mengatur merujuk pada tindakan menetapkan norma
hukum di desa tersebut. Sedangkan istilah mengurus merupakan tindakan
tanggungjawab desa memperhatikan, melindungi dan melayani kepentingan
masyarakat desa.
Mengapa
Harus ada Kewenangan Desa ?
Ketentuan
Pasal 5 UU Desa dengan tegas mengakui bahwa kedudukan desa bukan menjadi
subordinat kabupaten, melainkan berada di wilayah kabupaten. Atas dasar
kedudukan seperti ini maka desa masa lalu pasti sudah memiliki kekuasaan yang
absah untuk melakukan tindakan-tindakan mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat desa. Masa kini dan masa depan desa pun masih memiliki kehendak
untuk memikirkan kepentingan masyarakat desa. Karena itu negara melalui UU Desa
ini mengakui dan menghormati bahwa desa memiliki kewenangan desa. Kewenangan
desa ini bukan pelimpahan dari pemerintahan supradesa, tetapi rekognisi (PENGAKUAN) dan
subsidiaritas (PENGHORMATAN) dari negara. Hal ini karena Desa
– desa di Indonesia sudah lahir, tumbuh dan berkembang jauh sebelum Republik
Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Alasan
harus ada kewenangan desa karena dua hal, yaitu; 1) mandat UU Desa, 2)
mandat asas rekognisi dan subsidiaritas.
Pertama, mandat
UU Desa. Kewenangan desa secara jelas sudah diatur dalam UU Desa dan peraturan
teknis turunannya, yaitu; a) PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No
6 Tahun 2014 tentang Desa ( Pasal 33-39) jo PP No No 47/2015 tentang Perubahan
PP No 43/2014 (Pasal 34. 39), b) Permendesa No 1/2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa, c)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016.
Rute
tempuh yang dipilih pemerintah melalui PP 43/2014 (Pasal 37) dan Permendesa
1/2015 (pasal 16 – 22) menghendaki proses penetapan kewenangan desa berdasarkan
asal usul dan lokal berskala desa melalui pembentukan Peraturan Bupati (Perbup)
dan Peraturan Desa (Perdes). Artinya, pengaturan tentang kewenangan desa belum
cukup jika hanya mendasarkan pada regulasi di tingkat pusat. Mandat UU Desa
tentang kewenangan desa akan berjalan baik ketika Bupati menetapkan Perbup
tentang Daftar Kewenangan Desa dan Desa membentuk Perdes tentang Kewenangan
Desa. Sudah pasti bahwa Perdes dibentuk desa setelah ada Perbup. Karena itu
seharusnya prioritas utama yang ditempuh adalah membentuk Perbup terlebih
dahulu, baru Perdes kemudian. Hirarki regulasi tentang kewenangan desa yang
konsisten dan harmonis dari tingkat pusat sampai desa, akan memberikan
kepastian dan kejelasan hukum bagi desa untuk mengatur dan mengurus urusan
desa. Pertanyaan nya sekarang adalah Sejauh Manakah, atau Sudahkah
Pemeritah Daerah Kabupaten/Kota membuat/menetapkan Perbup tentang Daftar
Kewenangan Desa?
Kedua, mandat
asas rekognisi dan subsidiaritas. Dalam konsepsi kewenangan yang sejauh ini
dikenal, diketahui adanya dua sumber kewenangan, yaitu :
a. Sumber atribusi. Sumber atribusi berupa
pemberian kewenangan kepada badan, lembaga atau pejabat negara tertentu untuk
membentuk undang-undang dasar, undangundang atau peraturan perundangan-undangan
lainnya. Kewenangan yang bersumber dari atribusi ini sering dikenal sebagai
kewenangan atributif, yaitu kewenangan yang melekat pada badan/lembaga/pejabat
negara tertentu.
b. Sumber pelimpahan. Kewenangan yang
asal-muasalnya bersumber dari pelimpahan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu; 1)
mandat. Pelimpahan kewenangan kepada seorang pejabat tata usaha negara dari
pejabat di atasnya, namun tanggung jawab tetap berada pada si peberi mandat.
Contohnya adalah Kepala Desa menerbitkan Surat Keputusan Pengangkatan
Sekretaris Desa sebagai Ketua Tim Inventarisasi Kewenangan Desa. 2) delegasi.
Pelimpahan kewenangan dari badan/lembaga/pejabat tata usaha negara yang diikuti
konskuensi berupa pengalihan tanggung jawab dari yang melimpahkan beralih ke
yang menerima kewenangan. Contoh yang mudah untuk kewenangan delegatif ini
adalah pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat untuk mengevaluasi Rancangan
Peraturan Desa.
Dari
dua sumber kewenangan seperti diuraikan di atas, masuk kategori dimana
kewenangan desa? Paradigma berpikir yang digunakan oleh UU Desa melampaui
pengertian sumber kewenangan sebagaimana dijelaskan di atas. Artinya,
kewenangan desa bersumber bukan dari atribusi maupun pelimpahan. Lantas
bersumber dari mana kewenangan desa? Sumber kewenangan desa berasal dari rekognisi
dan subsidiaritas. Asas rekognisi digunakan untuk mengakui desa yang
tetap mewarisi pengaturan dan pengurusan kepentingan desa dan masyarakat sampai
saat ini, maupun mengakui prakarsa masyarakat desa dalam merespon perkembangan
kehidupan. Sedangkan asas subsidiaritas digunakan untuk menghormati desa yang
selama ini telah dan/atau mampu menjalankan urusan-urusan desa maupun prakarsa
desa/masyarakat desa secara efektif.
Apa
saja Kewenangan Desa itu ?
Sebagai
suatu entitas hukum eksistensi desa pasti ditentukan oleh kewenangan yang
dimilikinya. Berpijak pada uraian sebelumnya, maka kewenangan desa yang
dimiliki saat ini berdasarkan Pasal 18 UU Desa meliputi: 1. Kewenangan di
bidang bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa 2. Pelaksanaan Pembangunan Desa
3. Pembinaan kemasyarakatan Desa 4. Pemberdayaan masyarakat Desa Keempat kewenangan
desa tersebut diakui negara berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan
adat istiadat Desa. Karena itu di dalam menjalankan keempat bidang kewenangan
tadi, Dalam Pasal 19 dan 103 Undang-Undang Desa disebutkan, Desa dan Desa Adat
mempunyai empat kewenangan, meliputi:
1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul. Hal ini
bebeda dengan perundangundangan sebelumnya yang menyebutkan bahwa urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
2) Kewenangan lokal berskala Desa dimana desa
mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur dan mengurus desanya. Berbeda dengan
perundang-undangan sebelumnya yang menyebutkan, urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
3) Kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah,
pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota;
4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan
Desa berdasarkan hak asal-usul paling sedikit terdiri atas:
1) Sistem organisasi masyarakat desa;
2) Pembinaan kelembagaan masyarakat;
3) Pembinaan tanah kas Desa; dan
4) Pengembangan peran masyarakat desa.
Kewenangan
lokal berskala desa paling sedikit terdiri atas:
1) Pengelolaan tambatan perahu;
2) Pengelolaan pasar desa;
3) Pengelolaan tempat pemandian umum;
4) Pengelolaan jaringan irigasi;
5) Pengelolaan lingkungan pemukiman masyarakat
desa;
6) Pembinaan kesehatan masyarakat dan pengelolaan
pos pelayanan terpadu;
7) Pengembangan dan pembiayaan sanggar seni dan
belajar;
8) Pengelolaan perpustakaan desa dan taman bacaan;
9) Pengelolaan embung desa;
10) Pengelolaan
air minum berskala desa; dan
11) Pembuatan
jalan desa antar pemukiman ke wilayah pertanian.
Berdasarkan
dua sifat kewenangan desa, bersifat asal usul dan lokal berskala desa, maka
desa berhak untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan yang menjadi
kewenangannya.
Dengan
demikian menjadi jelas dan tegas sekarang ini, bahwa desa memiliki kuasa dan
tanggung jawab untuk mengatur dan mengurus hal-hal tertentu yang menjadi
kepentingan masyarakat desa. Momentum ini bisa dipahami sebagai kesempatan
untuk mengelola desa dari, oleh dan untuk masyarakat desa sendiri (
Desa Nu Urang, Keur Urang, Kudu Ku Urang Balarea ) Kewenangan desa
inilah yang menjadi sumber kekuatan untuk mencapai visi desa yang secara umum
telah tercantum dalam Visi undang-undang desa “Desa yg Maju, Kuat,
Mandiri, Demokratis “.
Selain
kewenangan di atas, menteri dapat mentapkan jenis kewenagan desa lain sesuai
dengan situasi, kondisi dan kebutuhan lokal. Penyerahan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada
Desa akan berimplikasi sebagai berikut:
A. Kewenangan memutuskan ada pada tingkat desa,
sehingga terjadi: 1) pergeseran kewenangan dari pemerintahan
kabupaten/kota kepada Pemerintahan Desa, 2) peningkatan volume perumusan
peraturan perundang-undangan di desa berupa Peraturan Desa, Peraturan Kepala
Desa, dan Keputusan Kepala Desa;
B. Adanya pembiayaan yang diberikan
Kabupaten/Kota kepada Desa dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan
tersebut, sehingga terjadi: 1) pergeseran anggaran dari pos perangkat daerah
kepada pos pemerintahan desa, dan 2) adanya program pembangunan yang bisa
mengatasi kebutuhan masyarakat Desa dalam skala desa;
C. Adanya prakarsa dan inisiatif pemerintahan
desa dalam mengembangkan aspek budaya, ekonomi, dan lingkungan hidup di
wilayahnya sesuai ruang lingkup kewenangan yang diserahkan.
D. Adanya prakarsa dan kewenangan memutuskan oleh
Pemerintah Desa sesuai kebutuhan masyarakat Desa, sehingga keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan (Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan, dan
Masyarakat Desa) dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawsan pembangunan
semakin lebih maksimal;
Bila
semua kebutuhan lokal dapat teratasi oleh Pemerintah Desa diharapkan akan
semakin meningkat partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan program pemerintah.
Diolah
dari berbagai sumber
Oleh :
Asep Jazuli ( Pendamping Lokal Desa ) di Kabupaten Sumedang***
Daftar
Referensi :
1. Permendesa Nomor 1 Tahun 2015 Tentang kewenangan desa
berdasarkan asal usul dan lokal berskala desa.
2. Permendagri Nomor Nomor 44 Tahun 2016 Tentang
Kewenangan Desa
3. Buku Kewenangan dan Perencanaan Desa.
4. Modul Pratugas Pelatihan Pendamping Desa.