Membangun dari Desa
Oleh : Dr
Ir Agus Puji Prasetyono, MEng
Sekitar
70 persen perekonomian nasional berkutat di perkotaan. Namun sejauh ini, kota
belum mampu menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi. Malahan kenyataannya,
kota sudah tidak dapat lagi diharapkan secara penuh menjadi penggerak ekonomi
nasional.
Sebagai
bukti ketidakmampuan dapat dilihat dari laporan World Economic Forum dalam
Global Competitiveness Index dari ranking 37 (tahun 2015–2016) menjadi ranking
41 (tahun 2016–2017). Ini menegaskan penurunan daya saing bukan karena faktor
teknologi, tetapi lebih disebabkan inefisiensi birokrasi. Juga tidak siap dari
sisi infrastruktur, tenaga kerja, dan stabilitas politik.
Berkaitan
dengan itu, banyak kalangan menilai desa dapat menjadi alternatif penggerak
pertumbuhan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan. Desa yang begitu luas bisa
menjadi kekuatan utama. Tiap desa memiliki potensi dan keunggulan ekonomi.
ASEAN
Competitiveness Institute (ACI) Lee Kuan Yew School of Public Policy NUS
Singapore merilis Competitiveness Analysis of ASEAN-10 Countries and Indonesian
Provinces pada tahun 2016. Tujuannya menginformasikan kemudahan usaha di 34
provinsi Indonesia, juga guna melihat tantangan regional dan solusinya untuk
kemajuan Indonesia.
Dalam
mengukur daya saing regional Indonesia, ACI menggunakan beberapa variabel, 12
subvariabel dan 103 indikator. Variabel meliputi kestabilan makroekonomi,
pengaturan kelembagaan, kondisi tenaga kerja, keuangan-usaha, serta
pengembangan infrastruktur-kualitas hidup.
Laporan
peringkat daya saing regional Indonesia publikasi ACI tahun 2016 menunjukkan,
lima provinsi berperingkat daya saing terbaik. Mereka adalah Kalimantan Utara,
Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DKI Jakarta.
Sementara
itu, akselerasi pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, terutama didorong konsumsi
rumah tangga dan pemerintah. Bank Indonesia melaporkan perkembangan terbaru
indikator perekonomian di berbagai daerah secara agregat meningkat. Perbaikan
tersebut ditopang akselerasi investasi, ekspor yang membaik, serta masih
konsumsi rumah tangga yang kuat.
Kinerja
investasi yang dinilai membaik, didorong realisasi berbagai proyek
infrastruktur pemerintah berskala besar. Seiring dengan itu, investasi swasta
juga membaik karena implementasi kebijakan secara masif, terutama dalam
mendorong peningkatan iklim usaha daerah.
Terkait
hal tersebut, data terakhir yang dirilis Kementerian Dalam Negeri, sampai
Oktober 2015 tercatat 74.053 desa dan 8.300 kelurahan (total 82.353).
Dalam
kondisi demikian, perlu upaya komprehensif dan terintegrasi menjadikan desa
sebagai kekuatan baru mendorong ekonomi. Hanya, perlu diingat banyak desa masih
tertinggal dan terpencil. Wilayah demikian harus diatasi lebih dulu agar desa
bisa benar-benar mampu memegang peran penting dalam menciptakan Indonesia yang
kuat, berdaya saing, maju, makmur, dan sejahtera.
Solusi
komprehensif menuju desa berdaya saing global memerlukan strategi dan upaya, di
antaranya membangun infrastruktur desa secara terpadu, terutama yang masih
tertinggal dalam akses jalan dan komunikasi. Salah satunya melalui kerja sama
dengan pemerintah, swasta, maupun luar negeri. Maka, dibutuhkan peningkatan
jaringan dan akses untuk mendorong desa bekerja sama ekonomi dengan pihak lain.
Meningkatkan
Kemudian
perlu meningkatkan sertifikasi kompetensi sumber daya manusia (SDM) perdesaan.
Ini sejalan dengan pembukaan program-program studi baru untuk menggerakkan
ekonomi produktif desa. SDM lokal jangan hanya menjadi penonton. Mereka harus dilibatkan
secara aktif menjadi pelaku pembangunan desa.
Tata
kelola yang baik dan produktif hanya bisa berhasil jika fungsi kelembagaan
desa, termasuk koperasi diperkuat. Membangun manajemen inovasi yang kuat dalam
bentuk klaster atau single commodity improvement system memungkinkan diterapkan
di desa yang memiliki potensi sumber daya alam melimpah.
Untuk
meningkatkan produksi perlu memilih teknologi tepat guna sesuai dengan
kebutuhan desa. Untuk meningkatkan efisiensi, relevansi, dan produktivitas,
maka difusi dan deseminasi iptek untuk optimalisasi smart country perlu segera
dilakukan melalui kerja sama pemerintah dan badan usaha.Energi merupakan modal
dasar membangun desa. Namun sayang, karena sebagian desa masih terpencil
sehingga kekurangan energi maka energi desa harus ditingkatkan lebih dulu.
Tidak
kalah penting juga, dalam upaya meningkatkan ekonomi desa perlu mempersingkat
delivery produk sampai ke konsumen. Ketika diminta pesanan dalam jumlah besar
dalam waktu singkat, kualitas bagus dan harga kompetitif, pengusaha desa harus
siap. Makanya, manufakturnya harus disiapkan.
Untuk
itu, manajemen inovasi, tata kelola, teknologi, dan profesionalisme sumber daya
manusia sangat diperlukan. Membangun infrastruktur, pendidikan, dan
keterampilan sumber daya manusia akan mempercepat desa menuju keterbukaan dan
peradaban.
Dengan
semakin terbukanya hubungan ekonomi dunia, kekuatan desa dalam akses ke pasar
global menjadi faktor yang penting untuk ditingkatkan. Mari membangun Indonesia
dari pinggiran. Desa bisa menjadi pijakan karena memiliki sumber daya alam
melimpah. Sudah saatnya berbagai potensi desa dikembangkan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Penulis adalah Deputi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Tulisan ini dikutif ulang untuk kepentingan sosial dan pendampingan
desa
Admin***