Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melalui upaya pendampingan. Pendampingan menjadi salah satu langkah penting yang harus dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi Desa. Peraturan mengenai pengertian, tugas, kualifikasi dan proses rekrutmen Tenaga pendamping profesional diatur dalam Permendesa no. 3 Tahun 2015 Tentang Pendampingan Desa.

Dalam rangka menjaga perilaku Pendamping desa, sesuai norma moral maka secara khusus ditetapkan standar normatif perilaku Pendamping desa yang salah satunya meliputi Etika Profesi sebagai aturan nornatif sesuai prinsip- prinsip moral yang ada pada Bangsa Indonesia. Tata Perilaku merupakan nilai-nilai normatif yang diatur dalam SPK; sedangkan Etika Profesi merupakan nilai-nilai normatif umum yang melekat dalam diri seorang pendamping. Aturan Normatif ini merupakan alat kendali diri (self control) bagi Pendamping desa berunjuk kerja secara profesional sebagai pendamping masyarakat.

Etika berasal dari bahasa Yunani kuno “ethos” (jamak: ta etha), yang berarti adat kebiasaan, cara berkipikir, akhlak, sikap, watak, cara bertindak. Kemudian diturunkan kata ethics (Inggris), etika (indonesia). Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1988, menjelaskan etika dengan membedakan tiga arti, yakni: Ilmu tentang apa yang baik dan buruk, kumpulan azas atau nilai, dan nilai mengenai benar dan salah.



Dengan definisi tersebut maka kita mendapatkan pemahaman etika yang lebih lengkap mengenai apa itu etika, sekaligus kita lebih mampu memahami pengertian etika yang sering sekali muncul dalam pembicaraan sehari-hari, baik secara lisan maupun tertulis. Sedangkan apabila etika digabungkan dengan kata “kerja”, yang menjadi etika kerja memiliki arti yaitu nilai-nilai atau kebiasaan yang harus dilakukan ketika berada di lingkungan kerja

Selanjutnya sebagai pendamping desa, juga ada etika yang harus dilakukan untuk memperkuat hubungan dengan masyarakat, atau paling tidak agar masyarakat dapat percaya dan mau membantu sang pendamping dalam memfasilitasi desa yang sedang dilaksanakan atau sebaliknya.

Setidaknya ada beberapa etika pendamping, agar pendamping yang bersangkutan dapat dekat, diterima, serta di cintai oleh masyarakat:

1.   Tidak memaksakan kehendaknya: Peran pendamping adalah sebagai fasilitator. Fasilitator kadang-kadang boleh memberi masukan atau saran sebagai nara sumber, tetapi tidak boleh berdebat dan memaksakan pendapatnya.

2.   Tidak mengambil keputusan yang seharusnya dimiliki masyarakat: Dalam hampir semua situasi, masyarakat berhak memutuskan. Pendamping hanya memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya sendiri atau administratif program yang menjadi kewenangannya.

3.   Tidak manipulatif: Pendamping yang berbicara dengan fasih dan tingkat pendidikan yang tinggi tentu akan dengan mudah dapat menjadi manipulator. Kalau hal-hal itu diketahui oleh masyarakat, hubungan akan langsung rusak. Pendamping tidak berhak memaksa kehendaknya atau mengambil keputusan – walaupun masyarakat tidak tahu.!

4.   Konsisten dalam pemberian masukan dan informasi: Pendamping yang tidak konsisten akan membingungkan orang, apalagi kalau memberi versi lain di lain tempat, dengan akibat masyarakat berkonflik. Kehidupan pendamping akan jauh lebih sederhana jika konsisten.

5.   Membantu masyarakat berpikir secara logis, melihat asumsi: Satu hal yang membantu masyarakat jangka panjang adalah peningkatan daya pikirnya, disebabkan pendamping selalu mengajak mereka berpikir dan mendorong mereka untuk melihat kembali asumsi-asumsi yang dipegang, karena sebagian asumsi tidak betul. Dengan kebiasaan ini, masyarakat akan jauh lebih mandiri.

6.   Membantu masyarakat melihat dari perspektif lain, menambah alternatif: Kedua kebiasaan ini juga membantu masyarakat berpikir sendiri. Masyarakat diajak melihat suatu keadaan dari pandangan orang lain, karena dengan perspektif itu banyak asumsi dapat dipertanyakan. Kemudian jika sudah biasa membangkitkan alternatif, masyarakat tidak akan memilih solusi pertama yang didengar, seperti biasa. Dan kita tahu solusi pertama adalah solusi biasa, kurang kreatif.

7.   Memberi umpan balik kepada masyarakat, walaupun kurang disenangi: Orang yang sedang belajar selalu harus diberi umpan balik begitu ada hal-hal yang perlu dikoreksi. Orang yang dikoreksi mungkin kurang senang dikoreksi, tetapi harus dilakukan. Hanya dilakukan secara terpisah – jangan di depan banyak orang atau dengan komentar yang menilai orangnya, karena yang dinilai adalah kegiatan yang dilakukan.

8.   Tidak membohongi: Kalau membohongi masyarakat, pasti akan diketahui dan tidak bisa bekerja bersama mereka lagi.

9.   Tidak menjelekkan program lain, konsultan lain, atau atasan proyek di depan masyarakat: Orang akan menganggap kita menjelekkan mereka kalau sedang ada di tempat lain, karena kebiasaan mengucapkan hal-hal negatif. Masyarakat akan menilai hal ini tidak etis.

10.        Menghormati tokoh/penguasa setempat dengan tulus: Tokoh masyarakat adalah orang yang dihormati banyak orang di desa. Apabila mereka mau membantu pendamping, maka tugas-tugas akan lebih efektif. Sebaliknya, apabila mereka kurang setuju, mereka harus diajak berdialog sampai memahami pandangan kita. Ada dua hal yang perlu diingat: (1) tidak boleh “pura-pura” menghormati , karena itu adalah semacam manipulasi; (2) menghormati tidak berarti harus sependapat. Pendamping boleh memiliki pendapat yang lain, tetapi tetap menghormati.


11.        Menghormati pengalaman dan kemampuan orang lain: Pasti ada banyak orang di masyarakat yang memiliki pengalaman dan kemampuan. Orang itu dicari dan dimanfaatkan, dan mereka bisa membantu pendamping mengubah pola pikir orang lain. Masyarakat juga harus didorong untuk mencari dulu orang mampu yang sudah ada di tengah masyarakat setempat.

12.        Netral, tidak berpihak (kecuali yang tidak konsisten dengan tujuan program): Pendamping berpihak pada orang dalam posisi lemah, apakah itu perempuan, pemuda, suku terasing, atau orang miskin. Selain itu tidak boleh memilih atau mendukung kelompok tertentu dalam suatu diskusi atau debat. Kalau pendamping mendukung satu pihak, masyarakat tidak lagi percaya bahwa pendamping adalah orang netral.


Diolah dari beberapa sumber***
Oleh : Asep Jazuli