UU Desa sudah mengakui kewenangan desa untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sendiri. Desa yang dimaksud dalam UU ini tidak hanya pemerintah desa, tetapi juga kesatuan masyarakat hukum.

Gambar : infodesa


Dengan kata lain, semua unsur di dalam desa memiliki kesempatan untuk terlibat. Oleh karena itu, UU Desa juga memasukkan demokrasi sebagai asas pengaturan desa. Demokrasi didefinisikan sebagai sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat desa, serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin (UU Desa, Penjelasan Asas Pengaturan).

Pasal 67 Ayat 2b UU tersebut menyatakan bahwa salah satu kewajiban desa adalah mengembangkan kehidupan demokrasi. Dalam menata kehidupan demokrasi tersebut, UU Desa menetapkan struktur dan fungsi kelembagaan dalam sistem pemerintahan dan pengorganisasian masyarakat desa.

Kelembagaan yang disebut dalam UU Desa terdiri atas (i) pemerintah desa (pemdes) sebagai penyelenggara pemerintahan desa; (ii) BPD sebagai lembaga perwakilan masyarakat yang memiliki fungsi pemerintahan; (iii) LKD sebagai wadah pemberdayaan masyarakat desa yang juga ikut serta dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan; dan (iv) musdes sebagai forum tertinggi pembuatan keputusan strategis di desa. Dalam tiga tahun pelaksanaan UU Desa, hubungan antara lembaga-lembaga tersebut masih belum seimbang.

Sistem pengawasan dan keseimbangan (checks and balances) belum terjadi karena konstruksi hubungan pemdes dengan lembaga/aktor lain di desa tidak seimbang. Terlepas dari konstruksi itu, BPD, LKD dan aktor-aktor lain di desa juga belum memiliki kapasitas yang memadai untuk menjalankan fungsinya masing-masing.

Dikutif dari Laporan endline Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, Halaman 6. Yang dirilis oleh smeru.or.id, Selengkapnya Klik Disini Untuk Download