Selama enam dekade sejak 1945, Republik Indonesia tidak memiliki regulasi tentang desa yang kokoh, legitimate dan berkelanjutan. Adanya perdebatan akademik yang tidak selesai, tarik menarik politik yang keras, kepentingan ekonomi politik yang menghambat dan hasrat proyek birokrasi merupakan rangkaian penyebabnya. Pada tahun 2005, Pemerintah dan DPR mengambil kesepakatan untuk memecah Undang-Undang (UU) No.32/2004 menjadi tiga UU yakni UU Pemerintahan Daerah, UU Pilkada Langsung dan UU Desa. Keputusan ini semakin menggiatkan gerakan para pejuang desa.


Pada 2007, Ditjen PMD Kemendagri bekerjasama dengan Forum Pengembangan Pembaruan Desa  (FPPD) menyiapkan naskah akademik Rencana Undang-Undang (RUU) Desa, selesai Agustus. Sejak september 2007 Kemendagri membahas RUU Desa antar kementrian hingga 2011, masih belum ada amanat presiden. Januari 2012, Presiden mengeluarkan Amanat Presiden (Ampres) dan menyerahkan RUU Desa kepada DPR, kemudian DPR membentuk Pansus RUU Desa

Baik pemerintah maupun DPD dan DPR membangun kesepahaman bersama untuk meninggalkan desa lama menuju desa baru. Mereka berkomitmen mengakhiri perdebatan panjang dan ingin membangun desa yang lebih baik, kokoh dan berkelanjutan. Setelah perjalanan panjang 7 (tujuh) tahun (2007 – 2013) dan pembahasan intensif 2012-2013, RUU Desa disahkan menjadi Undang-Undang Desa pada  Sidang Paripurna DPR RI, 18 Desember 2013. Mulai dari Presiden, Mendagri beserta jajarannya, DPR, DPD para kepala desa dan perangkat desa hingga aktivis pejuang desa menyambut kemenangan besar atas kelahiran UU Desa.

(Sumber : Buku Saku Desa Kemendes PDTT)