PANDUAN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI DESA
Sesuai Pasal 72 UU Desa,
Dana Desa harus dialokasikan berdasarkan jumlah desa dan mempertimbangkan
jumlah penduduk, tingkat kemiskinan, luas wilayah, serta kesulitan geografis.
Kesulitan geografis diukur dengan suatu indeks yang disusun dari variabel pendidikan
(4 variabel), kesehatan (8), sarana prasarana dasar dan ekonomi (8), serta
variabel aksesibilitas desa (8). ADD sebagai sumber pendapatan desa dari APBD
langsung juga harus dibagi dengan mempertimbangkan variabel-variabel yang sama.
Ini menjelaskan mengapa peningkatan akses dan perluasan pelayanan dasar
merupakan agenda utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015–2019.
Dua puluh delapan variabel
tersebut, bersama dengan jumlah penduduk dan tingkat kemiskinan memerlukan
sistem informasi desa yang mampu mengumpulkan data yang dapat dipercaya dan
dapat dimutakhirkan secara teratur.
Sebelum UU Desa terbit, sistem informasi desa
telah diatur Kepmendagri Nomor 47 Tahun 2002, kemudian digantikan oleh
Permendagri Nomor 32 Tahun 2006 tentang Pedoman Administrasi Desa dan terakhir
digantikan Permendagri 47 Tahun 2016.
Sesuai permendagri
tersebut, pengelolaan data dan informasi di desa meliputi data pemerintahan
umum, kependudukan, keuangan desa, pembangunan, kegiatan BPD, lembaga
kemasyarakatan, dan profil desa.
Dengan demikian istilah
mengembangkan sistem informasi desa di dalam UU Desa memang tepat dan harus
dimengerti sebagai peningkatan sistem yang sebelumnya bersifat manual
tradisional menjadi sistem yang memanfaatkan sepenuhnya keunggulan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK).
Selain itu ada berbagai
peraturan yang mendasari penyelenggaraan monitoring dan pendataan desa dari
lembaga supra desa, meliputi Permendagri 12/2007 tentang Profil Desa dan
Kelurahan, Permendagri 81/2016 tentang Evaluasi Perkembangan Desa, Permendesa
tentang IDM, peraturan terkait Podes BPS, dan peraturan dari
kementerian/lembaga teknis yang meminta data dan laporan dari desa.
Dukungan pemerintah dan
pemda—termasuk oleh mitra pembangunan—dalam pengembangan sistem data dan
informasi harus difokuskan untuk mendukung pelaksanaan kedua kebijakan umum
tersebut. Ketersediaan data dan pengelolaan data yang baik dalam berbagai
tingkatan administrasi pemerintahan mempunyai peranan yang sentral. Sebagai
contoh, program perlindungan sosial tidak akan maksimal jika data sasaran tidak
akurat karena tidak dimutakhirkan secara teratur.
Hasil dana transfer ke
desa tidak akan diketahui dan tidak dapat dievaluasi apakah akan berkontribusi
kepada perbaikan indikator-indikator pelayanan dasar dan penanggulangan
kemiskinan jika tidak ada sistem monitoring yang baik.
Sejalan dengan uraian di
atas, pengembangan sistem informasi desa haruslah mempunyai tujuan untuk
menghasilkan:
1) Pelayanan,
administrasi, dan pelaporan yang akurat: sistem pengelolaan data dan informasi
yang mendukung pelayanan, administrasi, dan pelaporan; yakni mempunyai kegunaan
praktis untuk mempermudah pekerjaan pemerintah desa. Contoh: sistem informasi
desa membantu pemerintah desa memberikan layanan kependudukan, membantu
memproses berbagai administrasi surat menyurat, dan membuat pelaporan
pengelolaan keuangan desa yang akurat dan akuntabel.
2) Transparansi dan
akuntabilitas: pengelolaan data dan informasi dan yang baik akan mendorong
transparansi dan akuntabilitas, yang merupakan pilar dasar tata kelola yang
baik. Kedua pilar tersebut menjadi sangat penting dengan semakin besarnya dana
yang masuk ke desa. Sistem informasi perlu dirancang sedemikian rupa supaya
selalu ada informasi publik yang dapat diakses oleh masyarakat dan memudahkan
pemerintahan desa melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan anggaran,
baik secara horizontal dalam lingkungan desa maupun vertikal ke kecamatan dan
kabupaten.
3) Perencanaan dan
penganggaran berbasis bukti: informasi serta data yang berkualitas dan selalu
diperbarui akan sangat membantu perencanaan pembangunan dan penganggaran.
sistem informasi desa harus dapat menangkap permasalahan di desa dan memberikan
masukan terhadap proses perencanaan dan penganggaran, baik untuk
program-program tingkat desa sendiri maupun untuk program-program dari supra
desa. Perlindungan sosial akan tidak maksimal jika data sasaran tidak akurat
karena tidak diperbarui secara teratur
4) Memudahkan pemantauan
dan evaluasi hasil: sistem informasi desa sekaligus berfungsi memenuhi
kebutuhan pemantauan dan evaluasi bagaimana anggaran desa digunakan (output),
hasilnya (outcome), dan dampaknya. Pemantauan dan evaluasi pembangunan dapat
dilakukan oleh warga desa, pemerintah desa sendiri, dan lembaga supra desa.
Selengkapnya, Download
Buku Kerangka Kerja untuk Mengupayakan Satu Sistem Informasi Desa yang
Terintegrasi, yang diterbitkan/dipublikasikan oleh Kompak.or.id