Sekarang ini minat baca kebanyakan orang masih minim, Karena zaman sekarang dimana teknologi mulai menampakkan dirinya.Tapi ada yang ingin mengubah, mengubah masalah besar menjadi kecil. Walaupun dengan cara sederhana.


Seperti yang dilakukan oleh sosok Rohman Gumilar, Pria kelahiran Sumedang 27 Mei 1977 ini  berprofesi sebagai petani sayur, adalah warga Desa Kadakajaya Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang Jawa Barat, merupakan pendiri TBM Bina Kreasi Muda.
Sore hari, setelah mengikuti salah satu kegiatan, saya  berbincang dengannya,  dia bercerita banyak tentang aktifitas kehidupan sehari-harinya dalam mengurus dan menggiatkan aktifitas literasi di lingkungan masyarakat.

Ide membuat perpustakaan itu berawal pada 2010 lalu. Saat itu, banyaknya anak yang putus sekolah di sana membuat ia tergerak mendirikan perpustakaan. Tujuannya agar anak-anak putus sekolah itu memiliki pengetahuan melalui buku.
Pria yang akrab disapa Gugum itu berupaya dengan mendirikan perpustakaan dengan nama 'Saung Maca'. Saung itu berada di halaman rumahnya. Di sana, ada banyak buku yang disimpan, kurang lebih 3000 buku mulai dari buku untuk anak-anak hingga buku pelajaran. Siapapun bisa datang ke lokasi untuk membaca tanpa dipungut bayaran.
“Awalnya saya hanya menaruh 100 koleksi buku di kantor desa, tapi banyak warga sungkan datang karena menganggap yang datang ke kantor desa itu harus orang-orang tertentu. Selain itu, jam layanan juga terbatas," ujar Rohman.
Rohman pun mengaku sempat mengadu nasib ke Kota Bandung untuk memperbaiki jalan hidupnya. Bahkan, demi mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, menjadi kuli bangunan pun sempat dia lakoni.
Di waktu senggang, tak jarang menyambangi Jalan Cikapundung atau Jalan Dewi Sartika yang sejak lama dikenal sebagai sentra buku di Kota Kembang itu.
"Saya mencari buku-buku bekas biar bisa dapat banyak," katanya.
Seiring waktu koleksi buku Gugum pun semakin bertambah, apalagi dia menerima pemberian buku dari para donatur. Namun, hingga menjelang dua tahun, taman bacaan yang dia dirikan di kantor desa cenderung sepi hingga akhirnya dialihkan ke Posyandu pada 2012.
Setelah dialihkan, ruang baca di Posyandu ternyata tak mampu menampung warga yang hendak membaca koleksi bukunya. Alhasil, tak lama kemudian, Gugum pun menjadikan rumahnya sebagai ruang baca dengan cara menyekat salah satu ruangan berukuran satu setengah meter, meski ruangan itu tetap tak bisa menampung warga yang mulai keranjingan membaca buku.
Menariknya, setiap warga yang hendak membaca buku di TBM Bina Kreasi Muda diwajibkan membawa sampah daur ulang. Hal itu menjadi syarat bagi warga yang hendak membaca buku-buku koleksi Gugum.
"Sampah tersebut kita daur ulang menjadi berbagai macam kerajinan tangan," katanya.
Inovasi yang dia lakukan, yaitu menggelar pelatihan kepada warga sekitar, mulai dari pelatihan menulis, kerajinan, bahasa Inggris, hingga sinematografi. Setiap kegiatan tersebut dilaksanakan dengan pendekatan literasi dan dibantu oleh sejumlah relawan.
Lewat 'Saung Maca' itu, dampak positif sudah mulai terlihat. Secara perlahan, anak dan orangtua yang tinggal di sekitar lokasi memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan. Kini, banyak yang melanjutkan jenjang pendidikan ke SMP, SMA, bahkan hingga kuliah.
Salah satu keberhasilan berkat adanya 'Saung Maca' adalah ada siswa yang berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikan ke SMA setelah memenangkan lomba menulis. "Sekarang anaknya sudah kuliah di UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)," ucap Gugum.
Gugum sendiri tidak menjadikan latar belakang pendidikannya yang hanya lulusan SD sebagai hambatan untuk menularkan 'virus' pentingnya pendidikan bagi warga sekitar. Ia justru ingin membuat warga sekitar memiliki pendidikan tinggi dengan cara yang ia tularkan.
Ia pun selalu berusaha menanamkan kepada anak-anak di sana untuk semangat menggapai cita-cita dan jangan ragu melakukan kebaikan. Keterbatasan ekonomi juga jangan dijadikan penghambat untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Kerja keras dan jerih payah Rohman untuk mengubah desanya pun akhirnya berbuah apresiasi dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat. Bahkan, Rohman mampu mendulang juara di ajang Een Sukaesih Award (ESA) 2018 lalu. 
Masa berganti, tantangan zaman pun juga berubah. Akan selalu ada pahlawan baru dalam bidang yang berbeda. Tak harus dengan angkat senjata, mereka berjuang dengan apa yang dimilikinya. Jika dulu ada nama Ki Hadjar Dewantara sebagai pahlawan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, kini saatnya kita meneruskan semangatnya. Para pejuang literasi ini pun juga layak kita sebut sebagai pahlawan. Apapun latar belakangnya, mereka punya satu tujuan yang mulia. Yakni agar masyarakat makin cinta literasi, cinta membaca, dan bermuara pada terciptanya cita-cita para pahlawan serta Undang-Undang Dasar 1945.
Terima kasih para pejuang. Apresiasi kami setinggi-tingginya untuk jasa para pejuang literasi penjuru negeri.

Disarikan dari berbagai sumber

Oleh : Asep Jazuli
Pendamping Lokal Desa Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang


Sumber Referensi :