Desa Temboro terletak di Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan. Berjalannya Syari’at Islam dalam kehidupan sehari-hari warga di sana, tak lepas dari peran Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fatah.
foto : ngelmu.co

Ponpes Al Fatah, disebut Lukman, punya pengaruh besar bagi warga desanya, baik dari segi ajaran keagamaan, perilaku sosial sehari-hari, maupun perekonomian.
Kehidupan sehari-hari di Ponpes dengan warga sekitarnya, sudah bersinergi dalam harmoni selama bertahun-tahun, bahkan sejak Ponpes itu berdiri.
Dibangun pada 1950-an, Ponpes yang saat ini telah memiliki puluhan ribu santri itu, awalnya merupakan masjid dan tempat belajar mengaji yang didirikan Kiai Haji Mahmud.
Baru seiring perkembangan waktu, Ponpes Al Fatah memiliki Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah, Madrasah Tahfidzul Quran, dan Madrasah Diniyah.
Di bawah pimpinan K.H. Uzairon Hayfur Abdillah yang merupakan putra K.H. Mahmud, Ponpes Al Fatah mulai mengalami perkembangan pesat.
Saat ini, bangunan Ponpes telah menyebar di tiga lokasi yang mendominasi wilayah Desa Temboro, yakni Pondok Pusat, Pondok Utara, dan Trangkil Darussalaam, sebagian besar merupakan pondok putri.
Ada 50 persen lebih warga di ‘Kampung Madinah’ Indonesia itu, merupakan pendatang, sisanya warga asli Desa Temboro.
Mereka adalah santriwan dan santriwati yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia, serta 16 negara yang sedang menuntut ilmu di Ponpes Al Fatah.
Ada juga warga luar Temboro, yang membuka usaha dagang di wilayah tersebut.
“Sampai saat ini, jumlah santri yang belajar di Ponpes Al Fatah mencapai 22.000 jiwa lebih. Itu belum termasuk santri yang belajar kilat selama beberapa hari atau bulan saja,” kata Lukman.

“Tahun ajaran baru ini saja, Ponpes Al Fatah menerima 4.000 santri baru,” lanjutnya.

Mengapa Disebut Kampung Madinah?

Sebutan Kampung Madinah, menjadi lekat pada Desa Temboro, karena Ponpes setempat berusaha membawa kebiasaan warga Kota Madinah, Arab Saudi, ke dalam kehidupan sehari-hari para santrinya.
Kebiasaan itu, akhirnya menular ke perilaku sehari-hari warga sekitar Ponpes.
Di antaranya, kebiasaan masyarakat Desa Temboro yang selalu menghentikan kegiatan, tiap kali adzan berkumandang. Hampir seluruh warga, pergi ke masjid atau mushalla desa, untuk menjalankan sholat berjemaah.
“Memang tradisi di sini, setiap waktu sholat lima waktu, semua kegiatan diusahakan dihentikan. Semua pertokoan atau apa ditutup. Setelah sholat (baru) dibuka lagi,” jelas Lukman.

Sementara dari segi pakaian, hampir seluruh warga Desa Temboro berpakaian sesuai sunnah, seperti pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW dulu.


Cara Berpakaian Warga Kampung Madinah

Para Muslim mengenakan baju gamis, sedangkan Muslimah mengenakan baju sesuai Syari’at Islam, lengkap dengan cadar sebagai penutup wajah.
Selain itu, di lingkungan pondok setempat, juga terdapat lahan untuk pacuan kuda, tempat unta, dan lapangan memanah.
Kebiasaan warga Temboro yang menduplikasi Kota Madinah, Arab Saudi ini, mulai diterapkan setelah pondok dipimpin K.H. Uzairon Hayfur Abdillah pada 1990-an.
Sepulang menuntut pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, ia aktif berdakwah untuk mensyiarkan agama Islam dan ajaran sunnah.
Tidak hanya di sekitar desa, ia juga berkeliling Indonesia dan beberapa bagian negara. Kiai juga menerima santri dari berbagai wilayah nusantara dan luar negeri.
Setelah K.H. Uzairon wafat pada 2014, kepemimpinan Ponpes Al Fatah diteruskan oleh adik-adiknya, yakni K.H. Ubaidillah Ahror dan K.H. Umar Fatahillah.