Undang-undang No.6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) merupakan produk perundangan terbaru yang dihasilkan sesudah lebih dari lima belas tahun pemerintahan reformasi. Ada sebagian pihak yang menyambut kehadiran UU Desa dengan keraguan (skeptis). Tapi sebagian terbesar menyambutnya dengan penuh harapan (optimistik). Para pihak yang optimistik melihat UU Desa sebagai gerbang harapan bagi desa, atau yang disebtu dengan nama lain.



Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melaui upaya pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang perlu dilakukan untuk percepatan pencapaian kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai diantaranya melalui peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan sumber daya sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi Undang-Undang Desa berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak dimungkinkan lagi adanya pola-pola pendampingan desa yang bersifat apolitis sebagai sekedar urusan penyelesaian urusan proyek pembangunan. Ke depan dituntut adanya pendamping masyarakat desa yang mampu hadir sebagai guru kader untuk melahirkan kekuatan rakyat desa sebagai benteng NKRI. Pendamping masyarakat desa harus didudukkan sebagai bagian dari upaya menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sebagaimana diwujudkan dengan mengimplementasikan Undang-Undang Desa secara sistematis, konsisten, dan berkelanjutan.

Pendampingan masyarakat desa merupakan bagian utama dari proses pengembangan kapasitas masyarakat desa. Core business pemberdayaan masyarakat Desa adalah penguatan rakyat sebagai proses belajar sosial yaitu learning by capacity dan learning by doing yang menyatu dalam seluruh praktek pembangunan di tingkatan komunitas. Pemberdayaan masyarakat merupakan varian dari proses reformasi tatanan ekonomi-politik melalui sebuah proses transformasi sosial.

Pendampingan masyarakat merupakan sebuah proses kaderisasi desa. Sebuah upaya menciptakan kader desa sebagai orang-orang kunci yang mampu menggerakkan dinamika kehidupan di desa yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang budaya. Kader desa ini juga mampu hadir sebagai agen-agen perubahan (the agent of changes) yang terdidik dan terlatih untuk mengorganisir dan memimpin rakyat desa bergerak menuju pencapaian cita-cita normatif.

Pendampingan masyarakat desa yang berkarakter politis ini diharapkan mampu melahirkan partisipasi masyarakat yang bersifat substansial. Ukuran partisipasi masyarakat desa tidak sekedar jumlah kehadiran orang-orang dalam forum musyawarah atau sekedar perhitungan kehadiran orang dalam kegiatan gotongroyong. Partisipasi masyarakat hendaknya dimaknai secara baru dengan memfokuskan diri pada kemampuan rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan mengartikulasikan kepentingannya secara demokratis dalam ruang publik politik.

Dalam PermendesaPDTT Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemdampingan Desa dirumuskan bahwa Pengertian Pendampingan Desa adalah kegiatan untuk melakukan tindakan pemberdayaan masyarakat melalui asistensi, pengorganisasian, pengarahan dan fasilitasi Desa. Sedang tujuan pendampingan Desa dalam meliputi: 1). Meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa; 2). Meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif; 3). Meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antarsektor; dan 4). Mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris. Untuk Ruang lingkup pendampingan Desa meliputi: 1). Pendampingan masyarakat Desa dilaksanakan secara berjenjang untuk memberdayakan dan memperkuat Desa; 2). Pendampingan masyarakat Desa sesuai dengan kebutuhan yang didasarkan pada kondisi geografis wilayah, nilai APB Desa, dan cakupan kegiatan yang didampingi; dan 3). Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendampingan masyarakat Desa yang berkelanjutan, termasuk dalam hal penyediaan sumber daya manusia dan manajemen.

Secara yuridis, landasan hukum pendampingan Desa, meliputi: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.