INSAN DESA.ID – Salah satu fungsi utama BPD sebagai lembaga desa yang menjalankan fungsi pemerintahan adalah menyepakati rancangan peraturan desa. Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa. Penyusunan peraturan Desa merupakan penjabaran atas berbagai kewenangan yang dimiliki Desa, tentu berdasarkan kepada kebutuhan dan kondisi Desa setempat, serta mengacu pada peraturan perundangundangan yang lebih tinggi.

Pasal 69 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyebutkan bahwa setidaknya ada 3 jenis peraturan Desa yaitu; Pertaturan Desa, Peraturan bersama kepala desa, serta peraturan kepala desa.

Dalam penyusunan Peraturan Desa, rancangan peraturan desa dapat di prakarsai oleh kepala Desa dan dapat pula berasal dari usul inisiatif BPD. Apabila berasal dari kepala desa, maka kepala Desa yang menyiapkan rancangan peraturan desa tersebut. Apabila berasal dari BPD, maka BPD-lah yang menyiapkan semuanya. Namun ada pengecualian dalam hal rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes), pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintah harus mendapat evaluasi dari Bupati/Wali kota sebelum di tetapkan menjadi peraturan desa. Selanjutnya di atur pula bahwa hasil evaluasi di sampaikan oleh bupati/wali kota kepada kepala desa paling lama 20 hari sejak rancangan peraturan desa tersebut di terima. Apabila bupati/wali kota belum memberikan hasil evaluasi rancangan peraturan desa tersebut, kepala desa dapat menetapkan rancangan peraturan desa menjadi peraturan desa. Meski kepala desa berwenang menetapkan peraturan desa namun rancangan peraturan desa wajib di konsultasikan kepada masyarakat.



Sebagai sebuah produk hukum, peraturan desa tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan tidak boleh merugikan kepentingan umum. Sebagai sebuah produk politik, peraturan Desa disusun secara demokratis dan partisifatif, yakni proses penyusunannya melibatkan partisipasi masyarakat. Masyarakat mempunyai hak untuk mengusulkan atau memberi masukan kepada BPD maupun Kepala Desa dalam proses penyusunan peraturan Desa.

Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal legislasi di desa, maka dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat desa.

Namun berdasarkan pengamatan penulis dilapangan, Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa dalam penyusunan Peraturan Desa belum berjalan secara optimal. Proses pembuatan Peraturan Desa di Desa sampai saat ini berasal dari inisiatif Pemerintah Desa dan BPD hanya terlibat dalam pembahasan sampai kepada penetapan peraturan desa. Pembuatan peraturan desa yang dilakukan melalui proses penyerapan aspirasi, pembahasan dan penetapan hanya memposisikan BPD sebagai lembaga penunjang dalam rangka pemenuhan syarat normatif dalam pembentukan peraturan desa.

Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya,sebagai berikut:

Pertama, Permasalahan pendanaan merupakan permasalahan yang cukup penting dalan setiap kegiatan. Faktor keuangan menjadi salah satu permasalahan yang harus dipenuhi sebuah lembaga dalam mendukung operasionalnya. Permasalahan pendanaan dirasakan oleh banyak BPD karena alokasi untuk operasional dan kesejahteraan BPD dirasakan kurang mencukupi. Hal ini dirasakan ketika BPD dituntut secara optimal menjalankan fungsi dan perannya.

Kedua, Berdasarkan hasil pengamatan kinerja organisasi baik kemasyarakatan maupun politik di Desa belum bisa menjadi kekuatan sosial dan politik yang efektif di tingkat desa untuk membantu peran BPD dalam menjalankan fungsi legislasi. Sebagai contoh, organisasi kepemudaan yang ada di desa sampai saat ini belum bisa menjadi salah satu kekuatan politik yang efektif di desa mengingat sebagian besar anggotanya lebih menyukai kegiatan yang sifatnya ringan. Begitu juga dengan organisasi politik yang ada fungsi kepartaian dilakukan hanya pada saat ketika akan dilakukan pemilihan baik pada tingkat Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat. Sehingga organisasi eksternal belum menjadi mitra sejajar dalam pelaksanaan fungsi legislasi BPD dalam mementuk peraturan desa.

Ketiga, Kemampuan anggota BPD dalam bidang akademis dan ditunjang pengalaman organisasi baik di masyarakat maupun di luar belum membuat BPD memiliki kapasitas untuk menghimpun dan menterjemahkan aspirasi warganya secara optimal dengan menjadikan aspirasi masyarakat di Desa diusulkan menjadi usulan rancangan peraturan desa. Karena fungsi legislasi tersebut akan menjadi efektif ketika sumber daya di BPD apabila didominasi oleh orang-orang yang memiliki keahlian dalam bidang ilmu hukum dan ilmu-ilmu sosial politik.

Keempat, Kurangnya perhatian dari Pemerintahan Supra Desa dan Pihak Ketiga dalam melakukan Pembinaan dan Peningkatan Kapasitas bagi anggota BPD, sekalipun ada hanya bersipat seremonial dan tidak jelas outputnya.