Notifikasi
General

Selamatan Desa, 7 Tahun UU Desa



Oleh : A Halim Iskandar *)

UNTUK kali pertama, Jumat (15/1/2021), digelar ’’selamatan desa’’ mensyukuri tujuh tahun Undang-Undang Desa. UU yang membuka ruang baru tata kelola pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, serta pemberdayaan masyarakat desa.

Manfaat Anak Reformasi

Reformasi 1998 menjadi jalan demokratisasi desa. UU 22/1999 membuka partisipasi warga desa melalui Badan Perwakilan Desa (BPD). UU 23/2014 mengubah BPD menjadi Badan Permusyawaratan Desa dan memberikan porsi yang lebih tinggi kepada tokoh dan tetua desa. Puncaknya, 15 Januari 2014, UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa resmi diundangkan.

Asas rekognisi diwujudkan pemerintah dengan penyaluran dana desa yang terus meningkat. Hingga 2020, dana desa mencapai Rp 323,32 triliun. Dengan penyerapan yang terus meningkat, dari 82,72 persen (2015); 97,65 persen (2016); 99,95 persen (2020); dan 2021 direncanakan Rp 72 triliun tersalur ke 74.961 desa.

Hingga 2019, penyaluran dana desa dimulai Maret dengan tahapan 20:40:40. Percepatan dimulai 2020. Sejak Januari sudah siap salur langsung dari RKUN ke RKDes dengan proporsi 40:40:20. Terbukti, pada 30 Januari 2020, dana desa telah cair ke 193 desa di Madiun, Jawa Timur. Bahkan, pada 15 Januari 2021, sebesar Rp 3,8 miliar telah tersalur ke 20 rekening kas desa di Aceh Selatan.

Selama enam tahun, dana desa telah digunakan untuk membangun jalan desa, jembatan, pasar desa, embung, irigasi, sarana olahraga, hingga polindes dan posyandu. Selain itu, Rp 4,2 triliun dana desa digunakan sebagai modal bagi 51.134 BUMDes dan telah mampu menyumbang pendapatan asli desa Rp 1,1 triliun. Rekognisi kian mantap setelah UU 11/2020 tentang Cipta Kerja melegalkan kedudukan badan usaha milik desa (BUMDes) sebagai badan hukum.

Selanjutnya, asas subsidiaritas mengakui wewenang desa, termasuk tindakan-tindakan adat yang sampai saat ini masih dijalani warga desa. Perincian wewenang formal yang disusun sendiri oleh desa melalui musyawarah desa telah terwujud dalam peraturan desa.

Hasilnya, sampai 2020 telah pupus 26.911 desa tertinggal dan sangat tertinggal. Kemudian, 9.869 desa mencapai puncak posisi maju dan mandiri. Dari sini kita yakin bahwa visi membangun desa masih terus menyala, menjadi obor, menerangi desa-desa, menapaki kemajuan hingga hari ini.

Desa Masa Pandemi

Tahun 2020, sebagai upaya tanggap darurat, Rp 3,17 triliun dana desa dimanfaatkan untuk pencegahan Covid-19 dan menjaga kesehatan warga desa. Melalui program desa tanggap Covid-19, desa membentuk relawan desa lawan Covid-19.

Hingga 14 Januari 2021, mereka telah melakukan sosialisasi hidup sehat di 59.125 desa; penyediaan tempat cuci tangan oleh 56.056 desa; penyemprotan disinfektan di 57.154 desa; pos gerbang desa dibangun di 50.845 desa; pengadaan masker gratis oleh 39.683 desa; tempat isolasi, dengan 85.168 tempat tidur, dimanfaatkan oleh 191.610 warga; serta pendataan bagi 1.044.558 pendatang dan 119.860 warga rentan sakit.

Bahkan, di masa pandemi pun, dana desa mampu mempersembahkan prasarana penunjang aktivitas ekonomi masyarakat serta peningkatan kualitas hidup masyarakat desa. Karena Rp 26,1 triliun dana desa digunakan untuk membangun infrastruktur desa dengan model PKTD. Sehingga, Rp 4,299 triliun dana desa digunakan untuk upah 3.363.855 peserta PKTD, terdiri atas 1.637.926 anggota keluarga miskin, 696.132 penganggur, dan 731.382 setengah penganggur. Hasilnya dilaporkan BPS pada Agustus 2020 bahwa pengangguran di desa hanya naik 0,79 persen, padahal di perkotaan naik 69 persen.

Bantuan langsung tunai dana desa (BLT DD) mencapai Rp 23,6 triliun yang diterima 8.048.126 keluarga penerima manfaat (KPM). Terdiri atas 88 persen petani dan buruh tani, 5 persen pedagang dan UMKM, serta 4 persen nelayan dan buruh nelayan, dan di dalamnya ada 2,5 juta perempuan kepala keluarga (pekka).

Dengan demikian, total pemanfaat langsung dana desa 2020 mencapai 42.830.320 orang atau 36,30 persen warga desa lapisan bawah. Secara keseluruhan, dana desa menyelamatkan 3,43 juta jiwa tidak jatuh miskin, khusus di desa. Sebanyak 1,47 juta warga terhindar dari kemiskinan setelah mendapat jaring pengaman sosial.

Setelah 7 Tahun UU Desa

Berdiri di atas pundak hasil upaya para menteri desa PDTT terdahulu, Bapak Marwan Jafar dan Bapak Eko P. Sandjojo, kita bisa memandang desa-desa secara lebih luas membangun tangga untuk mendekati bintang cita-cita bersama. Maka, lahirlah paradigma baru arah pembangunan desa, 18 tujuan SDGs desa, dengan 222 indikator pemenuhan kebutuhan warga maupun pembangunan wilayah desa.

Refleksi kemajuan desa layak diserap menjadi energi penggerak langkah ke depan. Pertama, memanfaatkan sistem informasi dan teknologi komunikasi mutakhir untuk mengumpulkan data mikro pada level individu, keluarga, rukun tetangga, dan desa. Kedua, penguatan keorganisasian, finansial, dan kerja sama bisnis BUMDes. Ketiga, mereorganisasi pendampingan desa dan mencatat seluruh kegiatan pendamping, termasuk laporan harian dan penilaian bulanan dalam sistem informasi desa (SID). Keempat, memusatkan pemikiran, tindakan, karya, dan sikap untuk mencapai 18 tujuan SDGs desa.

Penting dicatat bahwa pencatatan seluruh kegiatan desa dan penyerasiannya dengan SDGs desa dalam SID tidak akan menambah kerepotan desa. Bahkan, rekomendasi terperinci SID memastikan desa selalu memiliki arah untuk bergerak lebih maju dan lebih cepat lagi pada tahun-tahun berikutnya serta memberikan sumbangsih 74 persen untuk pencapaian Perpres Nomor 59 Tahun 2017.

Sebagaimana arahan Bapak Presiden, dana desa harus dirasakan oleh warga desa, utamanya dari kalangan bawah. Maka, pembangunan desa harus didasarkan pertimbangan dari warga, dikelola oleh warga desa, dan hasilnya untuk warga desa sendiri. (*)


*) A. Halim Iskandar, Menteri desa, pembangunan daerah tertinggal, dan transmigrasi

 

Artikel ini telah tayang di jawapos.com, dengan judul “ Selamatan Desa, 7 Tahun UU Desa”

https://www.jawapos.com/opini/21/01/2021/selamatan-desa-7-tahun-uu-desa/

 
Posting Komentar
Kembali ke atas