“Setiap gerak langkah kita harus selalu dibarengi dengan niat ibadah (sumujud). Begitu juga berbakti kepada sesama manusia itu harus dilandasi niat ibadah. Jika tidak demikian, maka itu artinya gerak langkah kita kosong,” demikian ucap Pangersa Abah Anom pada kuliah subuh 1413 H yang dirilis LDTQN Suryalaya.



Nasihat yang disampaikan oleh KH. Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin qs amat berharga dalam kehidupan seorang muslim. Dalam pesannya itu, Abah Anom menekankan urgensi niat ibadah dalam setiap aktivitas.

Posisi niat dalam Islam amat fundamental, ia adalah pondasi amal. Niat menjadi spirit dan ruh bagi setiap tindakan dan langkah yang akan dilakukan.

Setiap aktivitas nilainya di sisi Allah sesuai dengan niatnya. Nabi Muhammad Saw bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى

Sesungguhnya perbuatan itu hanya tergantung niatnya, dan sungguh setiap orang itu memperoleh apa yang diniatinya (HR. Bukhari).

Seluruh ulama sepakat betapa besarnya faidah hadis ini. Sebab kata sebagian ulama hadis ini mencakup sepertiga ajaran Islam. Sehingga banyak pembahasan kitab yang dimulai dengan hadis niat.

Niat bahkan merupakan ibadah tersendiri, sehingga dikatakan niatnya seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya. Dari sini betapa banyak amalan yang terlihat sederhana tapi besar nilainya di sisi Allah karena niatnya, dan demikian sebaliknya.

Hadis niat di atas mencakup sepertiga ilmu, karena ia jadi salah satu dari tiga hadis yang jadi kaidah utama dalam hukum. Yakni selain hadis “siapa yang beramal suatu amalan yang tidak sesuai dengan perintah kami, maka tertolak” dan hadis “yang halal itu jelas dan yang haram juga jelas, dan di antara keduanya hal yang syubhat yang tidak diketahui banyak orang”.

Pangersa Abah Anom mengingatkan agar langkah tidak kosong, maka harus disertai niat ibadah. Ini juga selaras dengan yang disampaikan Imam Ghazali.

“Setiap hamba Allah tidak boleh tidak berniat dalam setiap aktivitasnya baik dalam gerak dan diamnya,” sebagaimana tertuang dalam kitab Minhajul Arifin.

Karena sekali lagi, bahwa niat seorang mukmin itu lebih baik dari amalnya sebagaimana dalam hadis. Sedang niat itu berbeda-beda menyesuaikan dengan perbedaan waktu dan aktivitasnya.

Oleh karenanya, Imam Ghazali menyebut bahwa shahibun niat (yang berniat) itu bisa lelah karena selalu niat dalam aktivitasnya menyesuaikan situasi dan kondisi.

Niat beribadah dalam setiap langkah dan niat beribadah dalam berbakti kepada sesama, sebagaimana disampaikan oleh Pangersa Abah Anom kelihatannya sederhana, tapi tidak dalam pelaksanaannya. Karena hal ini perlu kesadaran dan pembiasaan serta latihan.

Itu sebabnya Imam Ghazali terkait dengan menjaga niat ini menegaskan, bahwa dan tidaklah ada sesuatu yang lebih berat bagi seorang murid (salik) dari menjaga niat (hifdzun niyah).

Maka dzikrullah harus terus dilakukan agar tidak kosong dari niat yang menyebabkan setiap langkah kita pun kosong, yakni kosong dari mengingat dan mengabdi pada-Nya. Sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang kufur kepada-Nya.

Selain itu, kosong yang dikhawatirkan juga ialah kosong dari berkah Allah Swt, sebagaimana dikatakan dalam hadis.

كُلُّ كَلَامٍ، أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ، لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللَّهِ، فَهُوَ أَبْتَرُ “، أَوْ قَالَ : ” أَقْطَعُ

Setiap ucapan atau urusan penting yang tidak dibuka dengan mengingat Allah maka ia terputus (berkahnya) (HR. Ahmad).

Sumber : TQN News