PERKUAT EKSISTENSI PENDAMPING DESA, BERIKUT LANGKAH-LANGKAH GUS HALIM
Bogor - Mewujudkan SDGs
Desa sebagai arah kebijakan pembangunan desa, sangat membutuhkan peran aktif
pendamping desa. Diperlukan Langkah taktis dan strategis untuk perubahan
paradigma pendampingan agar eksistensi pendamping desa dapat optimal dalam
pencapaian tujuan SDGs Desa.
“Gagasan untuk
menegaskan eksistensi Kemendes PDTT dan Pendamping dalam konteks Desa salah
satunya adalah perubahan paradigma dalam pendampingan, termasuk arah kebijakan
pembangunan desa. Pembangunan desa akan dibawa sesuai dengan arah yang
tercantum dalam SDGs Desa," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar saat menghadiri Rapat
Koordinasi Penguatan Pendampingan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa di Wilayah
Provinsi Jawa Barat dan Banten di Hotel Lorin, Senin (4/4/2022) malam.
Yang pertama menurut Gus
Halim adalah memberikan apresiasi yang lebih atas besarnya beban kerja dan
tanggung jawab pendamping desa dengan memperjuangkan kenaikkan honorarium bagi
Pendamping Lokal Desa (PLD). Menurutnya sebagai ujung tombak di level desa,
gaji yang diterima PLD saat ini secara umum masih relatif rendah dan perlu
ditingkatkan lagi.
"Saya terus
perjuangkan hal ini dengan kordinasi dengan berbagai pihak. Informasi yang saya
terima sudah berada di meja Menkeu (Menteri Keuangan,red). Semoga segera ada
jawaban atas ikhtiar ini," kata Gus Halim.
Penguatan eksistensi
Pendamping desa yang kedua adalah pengawasan dan peningkatan kinerja yang
menjadi tolok ukur profesionalitas pendamping desa. Eksistensi profesionalitas
pendamping desa dibangun berdasarkan Merrit System atau penjenjangan karier.
Yaitu promosi atau pengisian posisi di sebuah tempat diupayakan diisi oleh
Pendamping pada level di bawahnya. Menurut Gus Halim, langkah ini penting,
karena Pendamping Desa adalah anak kandung Kemendes PDTT, sehingga
keberadaan Pendamping Desa turut menentukan eksistensi Kemendes PDTT.
“Penopang eksistensi
Kemendes itu, Pertama, Birokrat, Kedua adalah Pendamping Desa. Oleh karena itu,
kami akan berusaha sekuat mungkin agar eksistensi Pendamping Desa itu
berdasarkan kinerja dan harus dilakukan Merrit System atau penjenjangan karier.
Makanya saya tegaskan harus merekrut pada level PLD agar jenjang karier TPP
juga jelas dan memberikan penghargaan kepada Pendamping yang berprestasi,"
kata Gus Halim.
Untuk yang Ketiga,
menurut Gus Halim adalah peningkatan kualitas SDM pendamping desa. Salah
satunya melalui Program Rekognisi Pembelajaran Lampau Desa (RPL Desa) yaitu
penyetaraan pengalaman dan pengabdian di desa secara akademik untuk kualifikasi
pendidikan tinggi yang diikuti Semua Pendamping Desa, Kepala Desa, Perangkat
Desa, Pengelola BUM Desa serta semua pegiat desa.
"Saya juga akan
percepat pertumbuhan SDM di desa salah satunya melalui RPL Desa. Kami bakal
mencoba merayu salah satu di Jawa Barat atau Banten untuk memberikan beasiswa
bagi Kades, Perangkat Desa dan Pendampingan desa untuk masuk dalam program
Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) Desa,” ujarnya.
Program RPL Desa yang
sudah diresmikan adalah beasiswa dari Pemkab Bojonegoro sedang berlangsung di
dua universitas yaitu Universitas Negeri Yogyakarta dan Universita Negeri
Surabaya. Jumlah peserta sebanyak 1.067 mahasiswa Strata Satu dengan beasiswa
UKT sebesar Rp22 juta.
Terakhir Gus Halim
berharap segala upaya tersebut dapat memperkuat eksistensi pendamping desa
dalam rangka pencapaian tujuan SDGs Desa. Olehnya, para pendamping desa juga
harus memahami secara utuh dan komprehensif SDGs Desa dengan 18 Goals dan 222
Indikator.
Turut hadir dalam
pertemuan itu Nyai Lilik Umi Nashriyah, Kepala BPSDM Kemendes Luthfiyah
Nurlaila, Kepala Badan Pengembangan Informasi Ivanovich Agusta, dan Kepala
Pusat Pengembangan Pemberdayaan Yusra.
Selain itu, hadir juga
Para Tenaga Pendamping Profesional, baik tingkat Provinsi, Kabupaten hingga
tingkat desa di wilayah Jawa Barat dan Banten.
Foto: Mugi/Humas
Kemendes PDTT
Teks: Firman/Humas
Kemendes PDTT
Editor: Widyasri/Humas
Kemendes PDTT