Laku Spiritual Pak Harto (1): ISTIRAHAT DI HARI JUMAT
Apakah Pak Harto senang mistik
dan berdukun? Banyak pergunjingan tentang itu, baik semasa ia masih berkuasa
maupun setelah lengser, bahkan sampai sekarang tatkala sudah tiada.
Semasa bertugas sebagai wartawan
Istana era 1970-an, penulis memperhatikan, hampir setiap hari Jumat tidak ada
kegiatan Pak Harto yang
bisa diliput wartawan. Kalau pun ada, itu karena kunjungan tamu negara, upacara
kenegaraan, kunjungan kerja baik di dalam maupun ke luar negeri, atau ada
hal-hal yang sangat penting. Di luar acara-acara tadi, biasanya pada siang hari
Jumat beliau istirahat, dan pada malam harinya di kediaman Jalan Cendana 8,
bersama Kepala BAKIN Yoga Sugomo, kadang-kadang didampingi satu dua pejabat
tinggi lainnya, membuat evaluasi keadaan, baik yang baru berlalu, yang sedang
berlangsung dan terutama perkiraan keadaan ke depan berikut antisipasinya. Pada
dasawarsa 1980-an, penulis besyukur sesekali diajak berdiskusi oleh Pak Yoga
untuk mempersiapkan acara “Jumatan” tersebut. Kegiatan Jumat malam ini tertutup
bagi liputan wartawan.
Mengapa hampir setiap Jumat siang
Pak Harto harus
beristirahat, menurut teman-teman anggota Pasukan Pengamanan Presiden
(Paspampres), karena pada Kamis malam Jumat Pak Harto bertafakur
hampir semalaman, dan kadang-kadang dengan beruzlah, menyepi, mengasingkan diri
ke tempat sunyi. Tempat beruzlah yang sering dikunjungi saat itu adalah gua dan
bukit kecil di pantai selatan Cilacap, yang dikenal sebagai Gunung Srandil.
Ada beberapa tempat yang oleh
masyarakat dianggap keramat dengan aura mistis, yang sempat menjadi lokasi
menyepi Pak Harto,
baik sewaktu muda maupun setelah menjadi Presiden. Majalah Tempo edisi
khusus Soeharto 10 Februari 2008 misalnya, dalam artikel berjudul Dari
Gua Semar, Wangsit itu Berasal, menyebutkan bahwa Soeharto setidaknya
pernah bertapa di 10 tempat, yaitu Gua Jambe Lima, Gua Jambe Pitu, dan Gua Suci
Rahayu di kawasan Gunung Selok, Cilacap, Jawa Tengah, serta Gunung
Srandil, yang juga ada di Cilacap. Selain itu Soeharto bersemedi pula di Gunung
Lawu, yakni di Argo Dalam, Argo Tumila, Argo Piruso, dan Argo Tiling (penulis:
yang betul Argo Dalem, Argo Dumilah, Argo Puruso dan Argo Dumiling).
Setelah itu, ia bertapa lagi pada
sebuah gunung kecil di Kecamatan Bobotsari, Purbalingga, Jawa Tengah. “Selain
bertapa, di gunung itu juga ada acara nyekar di makam Syekh
Jamu Karang. Usai deretan pertapaan itu, barulah Soeharto menuju kawasan
Dieng”, tulis Tempo. Bersambung: Guru Spiritual dan
Ulama).
Sumber: B.
Wiwoho, TONGGAK-TONGGAK ORDE BARU, Buku 2, Penerbit Buku
Kompas: 2024, 27-28.
Penulis : B.Wiwoho
Sumber : panjimasyarakat.com