Notifikasi
General

Laku Spiritual Pak Harto (3): IBU TIEN SOEHARTO TOPO KUNGKUM

 


Satu kisah yang merupakan kesaksian langsung, dituturkan oleh sahabat penulis Roosmayawati, yang pada tahun 1960-an diajak ibunya – Sri Murni Ismayawati – menemani isteri Pak Harto yaitu Ny.Tien Soeharto, topo kungkum atau bermeditasi dengan cara berendam di sungai. Sri Murni adalah isteri Roostomo, saat itu berpangkat Kolonel dan pernah menjadi staf Pak Harto di Komando Daerah Militer (Kodam) Diponegoro, Jawa Tengah. (Catatan: Roosmayawati sering menceritakan kisah tersebut kepada penulis, kemudian penulis pertegas atau konfirmasi ulang pada 26 Januari 2023).

Ny.Sri Murni sering diajak Ibu Tien Soeharto bepergian termasuk melakukan perjalanan spiritual seperti berkunjung ke kediaman Romo Diyat di Jalan Sriwijaya, Semarang dan ke Kiai Daryatmo, serta ke beberapa tempat keramat. Kesaksian Mbak Roos, demikian keluarga kami memanggil puteri Ny.Sri Murni ini, menggambarkan bukan hanya Pak Harto yang kuat dalam masalah spiritual, tetapi juga Ibu Tien.

Mbak Roos sering ikut menemani ibunya bepergian dengan Ibu Tien apabila tidak bersama Pak Harto. Jika Ibu Tien pergi bersama Pak Harto, maka Ny.Sri Murni juga didampingi suaminya, Roostomo, dan Mbak Roos tidak ikut.

Suatu malam menjelang pukul 22.00,  Roosmayawati menyertai ibunya mendampingi Ibu Tien dengan didampingi Romo Diyat, untuk berendam di pertemuan dua sungai yaitu Kali Garang dan Kali Kreo, di Kelurahan Bendan Duwur, Kecamatan Gajah Mungkur, Kota Semarang. Pertemuan dua sungai atau kali dalam bahasa Jawa disebut tempuran, yang oleh para penghayat kebatinan dan supranatural, dipercaya mengandung energi alam yang besar. Apabila tepat melakukannya, orang yang bermeditasi bisa menyedotnya untuk memperkuat energi jiwa-raganya. Energi alam yang timbul akibat benturan dua arus air, benturan air dengan tebing atau pun air terjun itu pula yang bisa diolah dan diubah menjadi listrik sebagaimana pada pembangkit listrik tenaga air.

Para wanita peserta kungkum mengenakan kemben, yakni kain jarik batik yang biasa dipakai dalam busana adat Jawa, sampai bawah ketiak dan tanpa mengenakan busana lain. Menurut Mbak Roos bila pergi menemani perjalanan spiritual Ibu Tien Soeharto, ibunya membawa paling sedikit 3 lembar kain jarik, karena sering ke tempat-tempat menyepi yang banyak airnya seperti sungai, sendang atau danau kecil dan air terjun, sehingga tidak jarang kain yang dikenakan basah dan harus ganti.   

Semua peserta kungkum duduk di bebatuan dengan ketinggian air sungai sebatas lutut jika berdiri. Meditasi kungkum berlangsung hingga menjelang subuh, dalam bimbingan dan pengawasan Romo Diyat. Beberapa bulan kemudian Ny.Sri Murni dan Brigjen Roostomo – yang sudah pindah ke Jakarta – berangkat  untuk meditasi kungkum lagi menemani Ibu Tien, yang kali ini bersama Pak Harto.

Di daratan dekat lokasi kungkum, di kemudian hari Romo Diyat membangun sebuah monumen berupa tugu sederhana, yang diberi nama Tugu Soeharto. Sampai sekarang daerah tempuran tersebut disebut Tugu Soeharto, dan meskipun suasananya sudah tidak sesunyi tahun 1960-an, bahkan hingar bingar, masih banyak orang yang melakukan meditasi kungkum di daerah tempuran tersebut, biasanya pada hari-hari yang ada nama pasaran Kliwon, terutama Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon.

Dalam kalender Jawa, nama hari yang berjumlah tujuh sebagaimana kita kenal selama ini, masih diberi tambahan nama yang disebut pasaran lima , yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon dan Legi, misalnya Minggu Pahing, Senin Pon, Selasa Wage, Rabu Kliwon, Kamis Legi, kembali lagi ke Jumat Pahing dan selanjutnya. Hari berikut pasarannya itu, berulang kembali setiap 35 hari. Hari lahir Pak Harto yang bertepatan pada tanggal 8 Juni 1921 ternyata adalah juga Rabu Kliwon, yaitu hari terbaik dalam wuku Maktal. Dalam Kalender Jawa dikenal pula beberapa jenis horoskop, antara lain wuku yang berjumlah 30, masing-masing berlangsung selama tujuh hari.  Di samping wuku ada yang  disebut pranoto mongso, yang berjumlah 12 dalam setahun. Orang yang dilahirkan dengan wuku Maktal, menurut perhitungan Jawa, dipercaya memiliki potensi kehidupan yang bagus, yang dilambangkan dengan 2 hal yakni rumah besar dan bendera atau umbul-umbul. Rumah melambangkan harta benda sedangkan bendera melambangkan pengaruh dan kekuasaan.

Penulis : B.Wiwoho

Sumber : panjimasyarakat.com


Posting Komentar
Kembali ke atas