Mental Baru dalam Memperlakukan Desa
http://risehtunong.blogspot.co.id - Cara
pandang, sikap dan tindakan dalam memperlakukan desa menurut UU Desa yang baru
(mental baru), berbeda dengan cara padang, sikap dan tindakan yang lama (mental
lama).
Dalam
mental lama, keberadaan Desa diatur melalui sistem pemerintahan bersifat
sentralistik dan birokratis, sehingga membuat pemerintah supradesa dan orang
luar tidak menghargai desa. Argumen-argumen tentang desa tidak siap, desa
tidak mampu, desa tergantungan merupakan bentuk-bentuk pesimis terhadap
desa.
Dalam
mental lama, Desa hanya dianggap sebatas unit pemerintahan yang menjalankan
tugas-tugas adminitratif dan membantu program-program pemerintah yang masuk ke
desa. Keberadaan orang desa hanya dijadikan operator mesin administrasi keuangan,
serta menggiring kepala desa sibuk mengurus pelayanan administrasi, sehingga
kesempatan untuk berpikir tentang desa dan rakyat menjadi berkurang.
Dilain
sisi, pemerintah kabupaten cenderung tidak memberikan kepercayaan kepada desa.
Banyak kabupaten yang sampai sekarang tetap enggan menetapkan kewenangan (asal
usul dan lokal). Padahal, UU Desa No.6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintah
kabupaten/kota juga memiliki kewajiban mengatur tentang kewenangan hak asal
usul desa dan kewenangan lokal berskala desa.
Mental
Baru dalam Membangun Desa
Belajar
pada sejarah, mental lama itulah yang membuat desa menjadi lemah, tergantung,
terbelakang serta menjadi beban pemerintah. Karena itu revolusi mental dalam
berdesa harus kembali kepada UU Desa. Sesuai dengan asas rekognisi dan
subsidiaritas dalam UU Desa.
Mental
baru itu adalah menghormati, menghargai, mempercayai dan menantang
desa. Asas rekognisi menegaskan bahwa negara maupun para pihak harus
mengakui dan menghomati eksistensi desa, asal-usul desa, prakarsa desa, karya
desa dan lain-lain.
Peraturan
Desa, misalnya, merupakan salah satu karya desa yang sering menantang pihak
luar untuk mengakui dan menghormati. Kalau institusi pemerintah mempunyai
komitmen terhadap perubahan desa, maka sikap mempercayai desa adalah pilihan
yang harus dilaksanakan.
Sikap
keengganan, keraguan, dan kekhawatiran pemerintah diatas terhadap desa harus
diubah menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan, yang diterukan dengan
pembagian kekuasaan, kewenangan, keuangan, sumberdaya dan tanggungjawab kepada
desa.
Kepercayaan
yang diberikan kepada desa tentu harus diikuti dengan fasilitasi, supervisi dan
capacity building sehingga kewenangan dan keuangan yang dibagi kepada
desa betul-betul dikelola secara efektif, bertanggungjawab dan membuahkan
kemajuan desa.
Dalam rangka memperkuat implementasi UU Desa. Mental Baru Berdesa harus menjadi pegangan bagi semua pihak dan segenap elemen bangsa.
Sejumlah Prinsip
Menghargai, Mempercayai dan Menantang Desa, antara lain:
- Menghilangkan stigma-stigma buruk kepada desa.
- Menghilangkan sikap mengancam (menciptakan rasa takut) pada pemimpin desa tentang korupsi dan penjara.
- Menggantikan keraguan, keengganan dan kekhawatiran menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan.
- Mengurangi perintah, campur tangan dan larangan kepada desa.
- Membagi kewenangan dan keuangan kepada desa.
- Kesediaan belajar pada masyarakat desa.
- Menggantikan sikap defensif menjadi responsif terhadap tuntutan dari desa.
- Membuka ruang akses desa terhadap pembuatan kebijakan.
- Membuka ruang dan mendorong akuntabilitas dan inovasi terhadap kreasi, prakarsa dan potensi desa.