Strategi Pengembangan Industri Kreatif Berbasis Desa
Oleh
: Yossy Suparyo,
Direktur
Eksekutif Gedhe Foundation
Industri kreatif merupakan usaha
yang lahir dari kreativitas masyarakat. Prinsip industri kreatif menempatkan
ide kreatif sebagai fondasi kerja perusahaan. Ada usaha yang bergerak di bidang
jasa, ada pula usaha yang memproduksi produk kreatif. Meski terbilang baru,
sektor industri kreatif berperan besar dalam perekonomian masyarakat, baik
sebagai sumber pencaharian maupun pengembangan kreativitas masyarakat.
Sejak mulai dikembangkan secara
sistematis pada 2009, ekonomi kreatif saat ini mulai tumbuh dan berkembang
menjadi sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian nasional. Data
Bank Indonesia (2015) menunjukkan industri kreatif menyumbang Rp 642 triliun
atau 7,05 prosen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Tak
berlebihan, bila pada 2016 pemerintah menempatkan program pengembangan industri
kreatif sebagai prioritas kedua, setelah program peningkatan ketahanan dan
kemandirian energi, pangan, dan ketersediaan air.
Kebijakan pengembangan industri
kreatif bertujuan untuk memperluas ruang inovasi yang mendorong peningkatan
nilai tambah (add value), termasuk penyerapan tenaga kerja. Untuk itu,
pemerintah membentuk Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) di tingkat nasional untuk
membantu presiden dalam merumuskan, menetapkan, mengoordinasikan, dan
sinkronisasi kebijakan di bidang ekonomi kreatif. Selain itu, Bekraf juga
memberikan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan kebijakan dan
program di bidang ekonomi kreatif.
Pertumbuhan pesat terjadi pada
sektor kerajinan, fashion, periklanan, dan araitektur. Data Kementerian
Perdagangan (2015) menunjukkan laju ekspor sektor kerajinan mencapai 11,81
prosen, disusul produk fashion 7,12 prosen, periklanan 6,02 prosen, dan
arsitektur 5,59 prosen. Empat sektor di atas mampu memberikan sentimen positif
pada laju perekonomian Indonesia. Selain nilai ekonomi, para pelaku industri
memperkuat citra produk Indonesia yang ramah lingkungan.
Dokumen cetak biru (blue print)
pengembangan industri kreatif (2016-2025) menunjukkan pemerintah menggalakkan
program pengembangan klaster usaha dan rencana satu desa satu produk (one
village one product/OVOP) sehingga terjadi sektor industri kreatif dapat tumbuh
sekitar 12-13 prosen. Ada 12 subsektor yang berpotensi menjadi promadonanya,
yaitu arsitektur, desain, film/video/fotografi, layanan komputer/peranti lunak,
musik, pasar barang seni, penerbitan/percetakan, periklanan, permainan kreatif,
riset/pengembangan, seni pertunjukan, serta televisi/radio.
Industri Kreatif di Desa
Desa menjadi aktor yang
digadang-gadang mampu mendongkrak perkembangan industri kreatif. Desa memiliki
beragam potensi dan sumberdaya yang bila diolah secara efektif dapat produk
unggulan desa. Pertumbuhan industri kreatif di wilayah perdesaan juga terus meningkat.
Beragam produk kreatif, seperti kerajinan, pariwisata, seni pertunjukan,
kuliner, seni musik, dan perfilman, tumbuh sumbur di desa-desa.
Sayang, perkembangan industri
kreatif di wilayah perdesaan belum mampu menjadi solusi bagi masyarakat untuk terbebas
dari belenggu kemiskinan. Kondisi industri kreatif di desa bak bernafas dalam
lumpur, hidup segan, mati tak mau. Sebagian besar industri kreatif berupa
industri rumahan dikelola sebagai kerja sampingan. Denyut roda industri kreatif
juga ditentukan oleh order musiman. Upaya serius untuk mengolah dan sumberdaya
desa menjadi produk kreatif belum banyak dilakukan.
Terobosan ini tengah dilakukan di
Desa Karangnangka, Kedungbanteng, Banyumas. Desa Karangnangka dikenal sebagai
Desa Minatani, sebutan untuk desa yang mayoritas penduduknya berprofesi sebagai
petani sawah dan perikanan. Kini model pertanian terpadu (integratif farming) tengah
digalakkan. Ada petani yang menanam padi jagung, kacang-kacangan, dan
umbi-umbian, adapula yang membudidayakan pembenihan ikan, khususnya ikan
gurami. Sektor peternakan juga cukup berkembang di desa ini, seperti sapi,
kerbau, kambing, dan unggas. Semua kegiatan pertanian menjadi satu siklus
produksi yang saling mendukung, misalnya limbah peternakan berperan penting
bagi pemupukan tanaman dan budidaya perikanan.
Faktor kunci dari pertanian di desa
ini adalah Sungai Banjaran. Sungai yang berhulu di Gunung Slamet ini selalu
menyuplai air sepanjang tahun. Selain itu, kontur sungai Banjaran yang
meliuk-liuk menjadi pemandangan alam yang sangat indah. Potensi alam ini
menjadi modal dasar pengembangan program desa wisata di Desa Karangnangka.
Selain potensi alam, Desa Karangnangka memiliki sejumlah lokasi wisata yang
telah menjadi destinasi wisata bagi para wisatawan di Kabupaten Banyumas dan
sekitarnya.
Desa Karangnangka memiliki sejumlah
artefak era kolonial, seperti Bendung Kali Banjaran. Bangunan ini menjadi saksi
bisu program politik etis pemerintah kolinial di bidang irigasi. Pada akhir
pekan, bangunan ini banyak dikunjungi oleh warga setempat, bahkan warga luar
desa, baik memancing, berenang, maupun sekadar kumpul dengan keluarga.
Program desa wisata menjadi
komponen penting dalam pengembangan industri kreatif. Untuk mendorong
pengembangan industri kreatif di tingkat desa, pemerintah desa mulai memetakan
potensi industri kreatif di wilayahnya. Pemetaan potensi kreatif menghasilkan
dokumen profil industri kreatif di tingkat desa. Dokumen itu menjadi sumber
rujukan dalam perumusan masterplan/cetak biru pengembangan program desa wisata.
Selain itu, pemerintah desa dapat mengambil langkah strategis dalam
pengembangan industri kreatif, seperti program pembinaan dan pemberdayaan.
Sumber :
https://www.gedhe.or.id/2017/07/strategi-pengembangan-industri-kreatif-berbasis-desa/