PENTINGNYA DATA KEMISKINAN DALAM PENYUSUNAN PERENCANAAN DESA
INSAN DESA INSTITUTE - Informasi penting untuk
membangun visi dan misi desa adalah peta sosial dan ekonomi desa, termasuk
didalamnya peta kemiskinan yang ditetapkan secara partisipatif. Dengan data kemiskinan,
perencanaan program dan kegiatan, termasuk juga rencana anggarannya akan lebih
terarah. Mengapa? Dengan peta kemiskinan kita dapat mengetahui apakah prioritas
pembangunan berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin atau
tidak.
Untuk memaksimalkan
kebutuhan data kemiskinan, proses perencanaan dan penganggaran desa seyogyanya
melibatkan partisipasi masyarakat miskin. Pengalaman sebelumnya, perencanaan
pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat miskin, informasi detil (rinci)
tentang siapa saja masyarakat desa yang paling berhak mendapat prioritas
pembangunan menjadi tidak jelas.
Ketidakjelasan ukuran
kemiskinan ini kemudian turut menyebabkan pembangunan yang diselenggarakan baik
oleh desa maupun pemerintah supra-desa tidak tepat sasaran. Memang, menentukan
ukuran maupun kriteria kemiskinan di level desa bukanlah perkara yang mudah
dipecahkan. Akan tetapi bukan berarti tidak bisa diupayakan.
Salah satu cara untuk
menentukan indikator kemiskinan yaitu melalui Analisis Kemiskinan Partisipatif
(AKP). Tujuan AKP ini adalah menemukan indikator kemiskinan ditingkat lokal dan
analisis penyebab kemiskinan menurut si miskin itu sendiri. Metode yang
digunakan dalam kegiatan AKP adalah Community
Leaning and Participatory Process (CLAPP), Asset Based Approach (ABA), dan Gender
and Social Inclusion (GSI).
Salah satu metode yang
digunakan untuk pelibatan masyarakat miskin dan perempuan ini disebut dengan
CLAPP-GSI atau "Proses Pengkajian
dan Perencanaan partisipatif dan Bersifat Inklusif keadilan sosial dan
gender"
Pendekatan ini mengajak
kaum miskin dan perempuan melakukan refleksi dan merencanakan perubahan
kehidupan mereka. Rancangan instrumen yang memastikan ruang suara dan pilihan
mereka dibuat secara sederhana dan mampu dikembangkan masyarakat sendiri.
Ketika CLAPP-GSI
menghasilkan RPJM Desa untukenam tahun dan RKP Desa untuk satu tahun dengan
pengarusutamaan kemiskinan dan gender, maka kontribusi besar telah diberikan
masyarakat dalam mendorong strategi penanggulangan kemiskinan menurut suara si
miskin dan memperbaiki ketidakadilan gender.
Terkait dengan hal
tersebut, ada baiknya kita menyimak sejenak pengalaman desa-desa di Sumba Barat
menyiapkan baseline data (data dasar) kemiskinan sebagaikan basis penyusunan
RPJM Desa.
Belajar dari Pengalaman: “Desa Mareda
Kalada Sumba Barat”
Dalam
rangka menyusun RPJM Desa yang berorientasi pada pengentasan kemiskinan, Desa
Mareda Kalada membangun kemitraan Bahtera salah satu LSM di Kabupaten Sumba
Barat. Kemitraan tersebut menghasilkan masyarakat desa yang aktif yang kemudian
terhimpun dalam sebuah wadah bernama Kader Pambaharu Desa (Kapedes).
Bersama
pemerintah desa setempat, Kapedes melakukan kegiatan AKP (Analisis Kemiskinan
Partisipatif). Para Kapedes bersama warga melakukan langkah-langkah berikut
ini, yakni:
- Mengidentifikasi aspek pembeda tingkat kehidupan antar rumah tangga.
- Membuat kriteria dan kategori lokal dibobotkan dan
- Membuat standar ukuran untuk pendataan. Rumusnya sebagaimana di dalam tabel berikut.
- Proses AKP kemudian menghasilkan empat kriteria yaitu:
- Warga yang mampu (Ata Matto).
- Warga dengan kemampuan sedang (Ata Tutu Wa'i)
- Warga miskin (Ata Milla).
- Sangat miskin (Ata Dengo).
Tabel
1.
Hasil
Indikator dan Ciri Tingkat Klasifikasi Kesejahteraan
Desa
Mareda Kalada
SKOR
|
CIRI-CIRI
|
KATEGORI
|
|||
Mampu
(Ata Matto)
|
Sedang
(Ata Tutu Wa'i)
|
Miskin
(Ata Milla)
|
Sangat miskin (Ata
Dengo)
|
||
5
|
Luas lahan yang
dimiliki
|
>1,50
|
0,75-1,45
|
0,25-0,70
|
< 0,25
|
4
|
Kemampuan
menyekolahkan anak
|
SMA-PT
|
SMP-TIDAK TAMAT
SMA
|
SD-TIDAK TAMAT SMP
|
Tidak
Sekolah-Tidak Tamat SD
|
3
|
Ternak besar yang
dimiliki
|
>
5 ekor
|
2 - 4 ekor
|
1 ekor
|
0
|
2
|
Kemampuan berobat
|
Rumah sakit
/dokter
|
Puskesmas dan
Rumah Sakit
|
Polindes dan Dukun
|
Dukun
|
1
|
Pola makan (nasi
beras)
|
3 x sehari
|
2 x sehari
|
1 x sehari
|
2 hari sekali
|
60
|
45
|
30
|
15
|
||
15
|
46-60
|
31-45
|
23-30
|
15-22,5
|
Beberapa indikator pembeda
kesejahteraan diantaranya didasarkan pada luas lahan yang dimiliki warga dengan
skor palingtinggi bobotnya 5, kemampuan menyekolahkan anak, bobotskornya 4,
ternak besar yang dimiliki dengan bobot skor 3, kemampuan berobat dengan bobot
skor 2 dan pola makan dengan bobot skor 1.Ciri pembeda lainnya, berdasarkan
kondisi rumah warga. Rumah yang beratap seng dan berlantai semen dengan
rumahberatap alang dan berlantai tanah.
Untuk menentukan siapa
yang kaya, sedang, miskin dan sangat miskin maka ditarik kesimpulan dengan
cara, angka yang terbesar atau tertinggi ditambah dengan angka terkecil lalu
dibagi dua. Kemudian mendapat angka tengah, yakni 45 sebagai patokan antara
untuk mengukur KK ini lebih besar bobotnya ke kaya, sedang, miskin atau sangat
miskin.
Rumus AKP diatas ini
ditemukan berdasarkan hasil survey yang dilakukan Kades kepada seluruh warga
melalui kunjungan lapangan, observasi, dan wawancara dengan setiap KK/rumah untuk menemukan siapa yang
kaya, sedang, miskin dan sangat miskin di desa dan mengapa mereka mengalami
kemiskinan.
Dari proses pengumpulan
data melalui survey mendalam ini kemudian dimusyawarahkan di tingkat desa
secara partisipatif, transparan, dan akuntabel, sehingga perumusan data menjadi
valid dan disepakati oleh warga.
Hasil dari proses AKP ini menjadi jelas siapa
yang miskin di desa sehingga mendapatkan prioritas dalam program-program
pembangunan seperti bantuan PKH dari Kementeriaan Sosial yang bersumber melalui
Basis Data Terpadu, program Jamkesmas dari Dinas Kesehatan, dan bantuan
lainnya, serta proritas perencanaan belanja desa.
Proses AKP membantu pemerintah
desamendistribusikan berbagai jenis bantuan kepada warganya sesuai dengan
haknya.Proses AKP membuat warga saling mengetahui kondisi sebenarnya yang
dialami aleh masing masing warga di desanya.
Cerita
di atas menunjukkan bahwa sebelum pelaksanaan Musrenbang Desa telah dilakukan
berbagai aktivitas dalam rangka penggalian potensi desa dan data lain yang
dibutuhkan untuk menyusun perencanaan desa yang komprehensif. Dari rangkaian
aktivitas tersebut, ada pendataan warga berdasar tingkat kesejahteraannya dan
kemudian menggambarkannya dalam sebuah peta sosial desa yang mudah dipahami
oleh warga.
Penulis : ARI
ARIFIN, M.Si