Mengapa harus ada kewenangan desa?
INSAN
DESA INSTITUTE - Desa – desa di Indonesia sudah lahir,
tumbuh dan berkembang jauh sebelum Republik Indonesia diproklamasikan pada
tanggal 17 Agustus 1945. Karena itu Pasal 5 UU Desa dengan tegas mengakui bahwa
kedudukan desa bukan menjadi subordinat kabupaten, melainkan berada di wilayah
kabupaten. Atas dasar kedudukan seperti ini maka desa masa lalu pasti sudah
memiliki kekuasaan yang absah untuk melakukan tindakan-tindakan mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat desa. Masa kini dan masa depan desa pun masih
memiliki kehendak untuk memikirkan kepentingan masyarakat desa. Karena itu
negara melalui UU Desa ini mengakui dan menghormati bahwa desa memiliki
kewenangan desa. Kewenangan desa ini bukan pelimpahan dari pemerintahan
supradesa, tetapi rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas (penghormatan) dari
negara.
Dari penjelasan ringkas di
atas diketahui, bahwa alasan harus ada kewenangan desa karena dua hal, yaitu;
1) mandatori UU Desa, 2) mandatori asas rekognisi dan subsidiaritas. Pertama,
mandatori UU Desa. Kewenangan desa secara jelas sudah diatur dalam UU Desa dan
peraturan teknis turunannya, yaitu; a) PP No. 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa ( Pasal 33-39) jo PP No No 47/2015 tentang
Perubahan PP No 43/2014 (Pasal 34. 39), b) Permendesa No 1/2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
Rute tempuh yang dipilih
pemerintah melalui PP 43/2014 (Pasal 37) dan Permendesa 1/2015 (pasal 16 – 22)
menghendaki proses penetapan kewenangan desa berdasarkan asal usul dan lokal
berskala desa melalui pembentukan Peraturan Bupati (Perbup) dan Peraturan Desa
(Perdes). Artinya, pengaturan tentang kewenangan desa belum cukup jika hanya
mendasarkan pada regulasi di tingkat pusat. Mandat UU Desa tentang kewenangan
desa akan berjalan baik ketika Bupati menetapkan Perbup tentang Daftar
Kewenangan Desa dan Desa membentuk Perdes tentang Kewenangan Desa. Sudah pasti
bahwa Perdes dibentuk desa setelah ada Perbup. Karena itu seharusnya prioritas
utama yang ditempuh adalah membentuk Perbup terlebih dahulu, baru Perdes
kemudian. Hirarki regulasi tentang kewenangan desa yang konsisten dan harmonis
dari tingkat pusat sampai desa, akan memberikan kepastian dan kejelasan hukum
bagi desa untuk mengatur dan mengurus urusan desa.
Kedua, mandatori asas
rekognisi dan subsidiaritas. Dalam konsepsi kewenangan yang sejauh ini dikenal,
diketahui adanya dua sumber kewenangan, yaitu :
a. Sumber atribusi. Sumber
atribusi berupa pemberian kewenangan kepada badan, lembaga atau pejabat negara
tertentu untuk membentuk undang-undang dasar, undangundang atau peraturan
perundangan-undangan lainnya. Kewenangan yang bersumber dari atribusi ini
sering dikenal sebagai kewenangan atributif, yaitu kewenangan yang melekat pada
badan/lembaga/pejabat negara tertentu.
b. Sumber pelimpahan.
Kewenangan yang asal-muasalnya bersumber dari pelimpahan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu; 1) mandat. Pelimpahan kewenangan kepada seorang pejabat
tata usaha negara dari pejabat di atasnya, namun tanggung jawab tetap berada
pada si peberi mandat. Contohnya adalah Kepala Desa menerbitkan Surat Keputusan
Pengangkatan Sekretaris Desa sebagai Ketua Tim Inventarisasi Kewenangan Desa.
2) delegasi. Pelimpahan kewenangan dari badan/lembaga/pejabat tata usaha negara
yang diikuti konskuensi berupa pengalihan tanggung jawab dari yang melimpahkan
beralih ke yang menerima kewenangan. Contoh yang mudah untuk kewenangan
delegatif ini adalah pelimpahan kewenangan Bupati kepada Camat untuk
mengevaluasi Rancangan Peraturan Desa.
Dari dua sumber kewenangan
seperti diuraikan di atas, masuk kategori dimana kewenangan desa? Bangunan
nalar berpikir yang digunakan oleh UU Desa melampaui pengertian sumber
kewenangan sebagaimana dijelaskan di atas. Artinya, kewenangan desa bersumber
bukan dari atribusi maupun pelimpahan. Lantas bersumber dari mana kewenangan
desa? Sumber kewenangan desa berasal dari rekognisi dan subsidiaritas. Asas
rekognisi digunakan untuk mengakui desa yang tetap mewarisi pengaturan dan
pengurusan kepentingan desa dan masyarakat sampai saat ini, maupun mengakui
prakarsa masyarakat desa dalam merespon perkembangan kehidupan. Sedangkan asas
subsidiaritas digunakan untuk menghormati desa yang selama ini telah dan/atau
mampu menjalankan urusan-urusan desa maupun prakarsa desa/masyarakat desa
secara efektif.