Lahirnya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) telah memberikan keleluasaan kepada Desa untuk menumbuhkan, memperkuat dan mengembangkan prakarsa lokal, semangat otonomi dan kemandiriannya. Undang-undang itu juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Desa untuk menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan pembangunan, melakukan pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakatnya. Berlakunya UU Desa membuat posisi desa bergeser dari sekadar wilayah administrasi di bawah kabupaten menjadi entitas yang berhak untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan sendiri berdasarkan prakarsa masyarakat setempat. Pasal 24 Undang-undang Desa secara tegas menyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan asas: a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggaraan pemerintahan; c. tertib kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas;g. akuntabilitas; h. efektivitas dan efisiensi; i. kearifan lokal; j. keberagaman; dan k. partisipatif. Kemudian dalam penjelasan pasal 24 huruf d UU Desa itu dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 127 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa juga menyatakan bahwa upaya pemberdayaan masyarakat Desa dilakukan dengan mengembangkan sistem transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan desa. Jadi , keterbukaan (transparansi) dalam penyelenggaraan pemerintahan desa itu mutlak diperlukan sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban (akuntabilitas) atas semua keputusan dan kebijakan yang telah diambil dan dilaksanakan. Keterbukaan juga dibutuhkan untuk meningkatkan peran serta (partisipasi) masyarakat dalam pembangunan dengan memberi masukan, dukungan sekaligus kontrol terhadap jalannya pemerintahan desa. Asas keterbukaan dalam Undang-Undang Desa itu juga selaras dengan amanat Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU KIP memberikan jaminan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk mengetahui dan memperoleh informasi publik dalam rangka mewujudkan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Undang-undang itu juga memberikan kewajiban kepada badan-badan publik untuk meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi serta membuka akses atas informasi publik bagi masyarakat luas, baik secara aktif (tanpa adanya permohonan) maupun pasif (dengan adanya permohonan).

Amanat Undang-undang Desa dan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas dan mendorong partisipasi masyarakat itu menghadirkan sebuah tantangan baru, yakni bagaimana pemerintahan desa bisa berjalan dan berfungsi secara maksimal untuk mewujudkan tata kelola desa yang baik demi kemandirian desa dan kesejahteraan warga desa. Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur menyusun Pedoman Standar Layanan Informasi Publik untuk pemerintah Desa (PSLIP Desa) ini dengahan harapan bisa untuk penyelenggara pemerintahan desa dalam pengelolaan dan pelayanan informasi publik. Panduan ini disusun berdasarkan amanat UU KIP pasal 26 ayat (1) huruf a dan b sekaligus sebuah bentuk kepedulian Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur dalam mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih dalam rangka mewujudkan masyarakat desa yang sejahtera. (*)