Gambar Ilustrasi : Klikpajak

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah banyak dikenal oleh masyarakat. Tidak ubahnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Izin Mengemudi (SIM), NPWP telah menjelma menjadi dokumen identitas yang paling diperlukan masyarakat saat ini. Hal ini tidak terlepas dari kebijakan instansi dan lembaga yang mempersyaratkan NPWP sebagai salah satu kelengkapan pengurusan administrasi publik. Mulai dari pendaftaran ijin usaha, pengurusan kredit dan pembukaan rekening bank, lamaran kerja, bahkan pendaftaran mahasiswa baru menjadikan NPWP sebagai salah satu persyaratan. Fakta ini sekaligus sebagai pembuka jalan terwujudnya single identity number di Indonesia.

Kewajiban pajak
Masyarakat yang baru memiliki KTP apalagi e-KTP tidak memiliki kewajiban pembayaran atau pelaporan rutin sebagai konsekuensi yang melekat pada si pemilik KTP. Pun begitu dengan SIM, kecuali kewajiban untuk perpanjangan SIM setiap lima tahun sekali. Namun ada hal unik terkait kewajiban bagi masyarakat yang sudah ber-NPWP, atau biasa kita sebut dengan Wajib Pajak (WP). Ketika NPWP sudah didapat, maka kewajiban perpajakan sesuai undang-undang telah melekat pada Orang Pribadi atau Badan Usaha. Kewajiban pembayaran (jika ada penghasilan), pelaporan, dan kepatuhan pajak, baik formal maupun material melekat pada WP sejak awal mereka terdaftar. Konsekuensi hukum juga akan diterima untuk setiap pelanggaran atau kelalaian dalam menunaikan kewajiban perpajakan.

Adanya kewajiban pajak ini yang harus disadari dan dipahami oleh calon WP ketika akan mendaftar untuk memperoleh NPWP. Jenis pajak yang menjadi kewajiban, tarif dan cara penghitungan, batas waktu pembayaran dan pelaporan, persyaratan pendaftaran, metode pelaporan, perubahan data, dan hal lain terkait kewajiban perpajakan menjadi hal yang perlu dikonsultasikan dengan petugas pendaftaran. Petugas pendaftaran di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) di kantor pajak akan menjelaskan kewajiban perpajakan WP. WP juga akan menandatangani surat pernyataan telah mendapatkan informasi terkait hak dan kewajiban sebagai WP.

Meningkatkan kepatuhan

Pada kenyataannya, masih cukup banyak WP yang kurang memahami kewajibannya setelah memiliki NPWP. Mereka baru mempertanyakan hal ini setelah menerima Surat Tagihan Pajak (STP) dari kantor pajak, karena tidak melaporkan SPT Tahunan misalnya. Alasan ketidaktahuan pun dikemukakan oleh WP. Jika sudah begini, yang rugi adalah WP sendiri karena harus menanggung denda adminstrasi untuk hal yang sebenarnya bisa dimitigasi oleh WP. Padahal dengan menyadari kewajiban pajak sejak mulai terdaftar, maka hal-hal seperti ini tidak akan terjadi

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah membuka beberapa saluran bagi WP untuk meminta informasi sejelas-jelasnya terkait kewajiban perpajakan. Selain bisa datang ke kantor pajak dan mendapatkan informasi di loket help desk  TPT, WP dapat menghubungi account representative (AR) yang telah ditunjuk untuk setiap WP. Jika tidak dimungkinkan untuk hadir langsung, Wajib Pajak dapat menghubungi kantor pajak via telepon atau menghubungi kring pajak di 1500200.

Kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan bukan hanya penting bagi si WP sendiri, namun juga menjadi faktor penentu pencapaian target DJP. DJP menargetkan tingkat kepatuhan 80% pada tahun 2019. Ini berarti sedikitnya 80% dari jumlah Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang wajib melaporkan SPT Tahunan diharapkan telah melaporkan SPT Tahunan mereka pada tahun 2019. Kepatuhan WP yang tinggi akan menjadi jembatan tercapainya penerimaan pajak yang optimal. Oleh karena itu kepatuhan WP baru sangat diharapkan DJP untuk merespon tantangan pencapaian penerimaan pajak.

Peningkatan Pelayanan

Kenyataan bahwa setiap hari bisa jadi ada ribuan WP baru yang terdaftar di seluruh Indonesia membuka peluang bagi DJP untuk meningkatkan capaian penerimaan pajak. Pelayanan pun diberikan secara maksimal sebagai wujud pelaksanaan ease of doing business. Kemudahan persyaratan juga diterapkan, walaupun risiko ketidakpatuhan WP menjadi taruhan. Hal ini dapat dimitigasi dengan pemberian informasi sejelas-jelasnya terkait kewajiban perpajakan kepada WP baru termasuk menyediakan sarana yang memudahkan WP untuk patuh. Harapannya, WP dapat berkontribusi cukup dengan patuh dalam melaksanakan kewajiban pajak.

Ketidakpatuhan WP akan mencederai tujuan pemberian NPWP kepada WP. Padahal sebagai bentuk kemudahan pelayanan, DJP telah menyiapkan sarana pelaporan SPT secara elektronik. Tidak perlu repot dan antri di kantor pajak, cukup melapor secara e-filing dari mana saja dan kapan saja. Bahkan dapat dilakukan dari telepon selular semudah memesan produk secara online. Satu hal yang perlu diingat, pelaporan pajak bukan berarti harus ada pembayaran. Jika memang tidak ada kegiatan usaha atau penghasilan yang diterima maka pelaporan pun dapat dilakukan tanpa adanya pembayaran pajak.

Kembali, NPWP bukan hanya sekedar kartu untuk melengkapi persyaratan dokumen pelayanan publik bagi masyarakat. Namun, lebih dari itu, ada kewajiban di bidang perpajakan yang melekat begitu masyarakat mendapatkan NPWP dan berhak menyandang sebutan 'Wajib Pajak'. Pemahaman terhadap kewajiban pajak yang melekat ini menjadi penting dalam menunjang peningkatan kepatuhan WP yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan penerimaan pajak yang optimal.

Oleh Teddy Ferdian, Kepala Seksi Pelayanan, KPP Pratama Subulussalam