Notifikasi
General

Mengkaji Tentang Penataan Desa

Picture : freepick.com



Nafas baru pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, peran desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa, desa diharapkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing.

Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akibat kuatnya cara pandang lama tentang desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih kuat bercokol. Termasuk cara pandang terhadap materi muatan UU Desa, yang dianggap berbicara tentang Dana Desa saja.  

Sejatinya berbicara UU Desa tidak hanya berbicara tentang Dana Desa saja, jauh lebih dari itu materi muatan UU Desa menegaskan bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Undang-Undang ini mengatur materi mengenai Asas Pengaturan, Kedudukan dan Jenis Desa, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa dan Aset Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa, Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur dengan ketentuan khusus yang hanya berlaku untuk Desa Adat sebagaimana diatur dalam Bab XIII.

Dalam artikel kali ini penulis ingin membatasi kajian tentang UU Desa, penulis ingin mengkaji yang berkaitan dengan Penataan Desa yang dipersempit lagi khusus mengkaji tentang Pembentukan Desa dari sisi regulasi, alur/mekanisme, syarat dan tujuannya.

Definisi Desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa  adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan pasal 6 ayat 1 UU Desa menyebutkan jenis desa terdiri dari Desa (Dinas) dan Desa Adat.

Selanjutnya dalam pasal 7 ayat 1 UUDesa menyebutkan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa. Yang dimaksud Penataan Desa disini adalah pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan desa.

Penataan yang diperintahkan UU Desa harus berdasarkan hasil evaluasi tingkat perkembangan Pemerintahan Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Secara terperinci regulasi yang mengatur tentang Penataan Desa diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa. Ruang lingkup Permendagri tersebut terdiri dari Penataan Desa dan penataan Desa Adat berupa pembentukan Desa dan Desa Adat, penghapusan Desa dan Desa Adat, perubahan status Desa dan Desa Adat.

Berbicara tentang pembentukan desa merupakan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten, hal ini tergambar pada ketentuan pasal 8, pasal 16, dan pasal 34, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2017. Pembentukan Desa sebagaimana dimaksud merupakan tindakan mengadakan Desa baru di luar Desa yang ada, dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat Desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat Desa, serta kemampuan dan potensi Desa. Mengadakan Desa baru disini terdiri dari pemekaran, dan penggabungan. Pemekaran dan penggabungan desa diperinci kembali menjadi beberapa jenis, hal ini dapat dilihat dari paragraf 1, 2, dan 3 permendagri tersebut.  

Secara umum, tujuan, syarat, alur, dan mekanisme dari pembentukan desa yaitu sebagai berikut :

Penataan Desa oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertujuan: a. mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan Desa; b. mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat Desa; c. mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik; d. meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan Desa; dan e. meningkatkan daya saing Desa.

Syarat-sayat pembentukan desa dapat dilihat dalam pasal 7 ayat 1 dan 2 Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.

Alur Prosedur dan Mekanisme Pembentukan Desa secara umum terdiri dari : 1. Prakarsa dan kesepakatan masyarakat untuk membentuk Desa oleh Masyarakat, 2. Mengajukan usul pembentukan Desa kepada BPD dan Kepala Desa melibatkan Masyarakat, 3. Mengadakan rapat bersama Kepala Desa untuk membahas usul masyarakat tentang pembentukan Desa, dan kesepakatan hasil rapat dituangkan dalam Berita Acara Hasil Rapat BPD tentang Pembentukan Desa melibatkan BPD dan Kepala Desa, 4. Mengajukan usul pembentukan Desa kepada Bupati/Walikota melalui Camat, disertai Berita Acara Hasil Rapat BPD dan rencana wilayah administrasi Desa yang akan dibentuk melibatkan Kepala Desa, 4. Melakukan observasi ke Desa yang akan dibentuk, hasil observasi menjadi bahan rekomendasi kepada Bupati/Walikota melibatkan Tim Kabupaten/Kota dan Tim Kecamatan atas perintah Bupati/Walikota, 5. Jika layak dimekarkan, Bupati/Walikota menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dengan melibatkan Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD atau sebutan lain), dan unsur masyarakat Desa, 6. Bupati/Walikota menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama melibatkan Pimpinan DPRD, 7. Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan tersebut disetujui bersama melibatkan Bupati/Walikota, dan 8. Mengundangkan Peraturan Daerah di dalam Lembaran Daerah jika Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Desa dianggap syah dengan melibatkan Sekretaris Daerah.

Pembentukan Desa dilakukan melalui Desa persiapan. Desa persiapan merupakan bagian dari wilayah Desa induk. Desa persiapan dapat ditingkatkan statusnya menjadi Desa dalam jangka waktu 1 (satu) sampai 3 (tiga) tahun. Peningkatan status dilaksanakan berdasarkan hasil evaluasi. 

Pembentukan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan mempertimbangkan prakarsa masyarakat desa, asal usul, adat istiadat, kondisi sosial budaya masyarakat desa, serta kemampuan dan potensi desa.


Pembiayaan, pembinaan dan pengawasan pembentukan Desa menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan melalui pemberian pedoman umum, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. 

Sebagai implikasi dari pemberian kewenangan kepada daerah melalui Gubernur yang menjadi wakil Pemerintah Pusat dapat melakukan pembinaan dan pengawasan baik berupa evaluasi dan klarifikasi terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang telah disetujui bersama DPRD. Evaluasi dan Klarifikasi dilakukan oleh Biro Hukum Seketariat Daerah Provinsi.

Pada prinsipnya pembentukan desa dibenarkan oleh UU. Selama alur pembentukan Desa harus dilakukan sesuai dengan prosedur atau mekanisme yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan aturan turunannya yang terkait.

Secara lengkap Pedoman Penataan Desa (pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, dan penetapan desa), dapat dipelajari dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunan terkait kuhusnya Permendagri Nomor 1 Tahun 2017 tentang Penataan Desa.

Diolah dari berbagai sumber
Oleh : Asep Jazuli (Pendamping Lokal Desa Kecamatan Cibugel Kabupaten Sumedang) 

Daftar Referensi:

Regulasi :
  1. Klik Disini Untuk Download UU Desa
  2. Klik Disini Untuk Download Permendagri Nomor 1 Tahun2017 tentang Penataan Desa


Website :

Posting Komentar
Kembali ke atas