INSANDESA.ID-Sebagian besar desa, atau yang disebut nama lain, di Indonesia memiliki tanah adat atau tanah asal-usul yang sudah menjadi hak milik desa sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia lahir pada tahun 1945. Nagari di Sumatera Barat maupun negeri di Maluku memiliki tanah adat/ulayat, baik ulayat keluarga, ulayat suku maupun ulayat nagari dan ulayat negeri. Sementara desadesa di Jawa di masa lalu sebenarnya mempunyai berbagai jenis tanah asal-usul: titisoro untuk orang miskin, paguron untuk gaji para guru, pangonan untuk gembala ternak, sengkeran untuk pelestarian tanaman langka, segahan untuk jamuan tamu dari luar yang datang ke desa, dan palungguh atau bengkok untuk penghasilan kepala desa dan pamong desa, tanah kuburan, maupun tanah-tanah lain untuk fasilitas umum.


Tetapi lambat laun berbagai jenis tanah itu hilang satu per satu karena beralih fungsi baik untuk pemukiman, investasi maupun diminta oleh pemerintah untuk membangun fasilitas publik. Dari sekian tanah desa, yang masih tersisa dalam jumlah besar adalah tanah bengkok atau tanah palungguh.


Pengaturan tentang Tanah Bengkok tersebut dimulai dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982, tentang Sumber pendapatan dan Kekayaan Desa Pengurusan dan pengawasannya. Dalam Pasal 3 dinyatakan bahwa yang disebut kekayaan desa terdiri dari: Tanah kas desa, termasuk tanah bengkok, Pemandian umum yang diurus oleh desa, Pasar desa, Obyek-obyek rekreasi yang diurus oleh desa, Bangunan milik desa, dan Lain-lain kekayaan milik pemerintah desa.


Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1992 tentang perubahan Status Tanah Bengkok dan yang sejenis menjadi kas Desa, membuat pengurusan dan pengawasan tanah bengkok masuk menjadi tanah kas desa.


Dua pengaturan tersebut pada dasarnya mulai melakukan perubahan dari tanah bengkok menjadi tanah kas desa. Hal ini merupakan campur tangan pemerintah yang sebenarnya tidak diperbolehkan oleh prinsip kewenangan asal-usul. UU No. 6/2014 menegaskan bahwa tanah kas desa tersebut menjadi kewenangan berdasarkan hak asal-usul desa, sehingga tanah bengkok (yang menjadi bagian dari tanah kas desa) juga merupakan hak asal-usul desa, seperti halnya tanah adat.


Namun pemerintah bisa melakukan pengaturan sepanjang bermakna perlindungan (proteksi) terhadap tanah kas desa, termasuk tanah bengkok, untuk menjaga kelestarian hak asalusul. Tindakan ini perlu dilakukan karena di masa lalu banyak tanah bengkok yang hilang dan beralih fungsi tanpa akuntabilitas yang jelas. Pengaturan ini dilakukan dengan Permendagri No. 4/2007. Pasal 15 Permendagri itu antara lain menegaskan:




  1. Kekayaan Desa yang berupa tanah Desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum.

  2. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

  3. Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di Desa setempat.

  4. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa

  5. Keputusan Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur.


Pengertian kepentingan umum pada saat ini berpedoman pada Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; 4. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud angka 3, digunakan untuk:




  • Pertahanan dan keamanan nasional;

  • Jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;

  • Waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi; (d) Bangunan pengairan lainnya;

  • Pelabuhan, bandar udara dan terminal;

  • Infrastruktur minyak, gas dan panas bumi;

  • Pembangkit, transmisi, gardu, jaringan dan distribusi tenaga listrik;

  • Jaringan telekomunikasi dan informatika pemerintah;

  • Tempat pembuangan dan pengelolaan sampah;

  • Rumah sakit pemerintah/pemerintah daerah;

  • Fasilitas keselamatan umum;

  • Tempat Pemakaman Umum (TPU);

  • Fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;

  • Cagar alam dan cagar budaya;

  • Kantor pemerintah/pemerintah daerah/desa;

  • Penataan pemukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat;

  • Berpenghasilan rendah dengan status sewa;

  • Prasarana pendidikan dan sekolah pemerintah/pemerintah daerah;

  • Prasarana olahraga pemerintah/pemerintah daerah; dan

  • Pasar umum dan lapangan parkir umum.