Koordinator FDM Kab Sumedang/Ari Arifin (doc:pribadi)



Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 mengamanatkan “bahwa perencanaan pembangunan desa harus dilaksanakan secara partisipatif dan melibatkan seluruh masyarakat, termasuk kelompok rentan (minoritas, difabel, perempuan, dan miskin). Hal tersebut bertujuan agar pembangunan yang dilaksanakan oleh desa benar-benar bermanfaat bagi seluruh warganya. Akan tetapi, hingga saat ini sebagian besar desa khususnya di kabupaten sumedang belum dapat melaksanakan amanat undang-undang tersebut. Hal ini terbukti dengan masih adanya desa yang melaksanakan perencanaan pembangunan secara elitis dan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah desa tanpa melibatkan masyarakat. Selain itu, ada pula desa yang sudah mencoba melibatkan masyarakat yakni melalui mekanisme “musrenbangdes”, namun belum semua komponen masyarakat diundang dalam “musrenbangdes” tersebut. Dampak dari perencanaan pembangunan yang belum bersifat partisipatif adalah manfaat pembangunan desa belum bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, sehingga program pembangunan belum dapat disebut berhasil.

Sebagaimana dikemukakan olehArimbi didalamIndonesian Journal of Community Engagement (JPKM) mendefinisikan partisipasi sebagai feed-forward information and feedback information. Dengan sangat jelas mengartikan bahwa partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus dapat diartikan sebagai komunikasi antara pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di sisi lain sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan program pembangunan tersebut.

Dana desa harus bisa dirasakan kehadirannya  oleh kelompok rentan (minoritas, difabel, perempuan, dan miskin) melalui pengembangan sumber daya manusia. Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), dan mengatasi persoalan kemiskinan di pedesaan, akan menjadi prioritas penggunaan dana desa pada tahun 2020 sesuai kebijakan dan Nawacita Presiden Jokowi.

Isu-isu peningkatan SDM dan pengentasan kemiskinan di desa sudah sangat jelas terakomodir dalam Peraturan Menteri Desa PDTT RI Nomor 11 tahun 2019 tentang PrioritasPenggunaan Dana Desa tahun anggaran 2020, tinggal bagaimana caranya kepala desa beserta jajaran mampu memformulasikan kebijakan tersebut menjadi kegiatan yang betul-betul dibutuhkan dan sangat bermanfaat bagi warganya  guna mendukung program pemerintah pusat untuk mewujudkan sumber daya manusia yang unggul serta membangun mental, pola pikir  dan hati nurani.

Sebetulnya, salah satuprogram berbasis kemiskinan yang bisa dijadikan role model oleh pemerintah desa dalam rangka peningkatan kualitas SDM adalah kegiatan yang saat ini diselenggarakan oleh  kementerian sosial melalui pendamping PKH yaitu Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS) yang dilaksanakan setiap bulan satu kali pertemuan membahas tentang kesehatan, gizi, pendidikan, sosial ekonomi, perlindungan anak, dan kesejahteraan sosial. Tujuannya adalahmemastikan perubahan perilaku positif pada keluarga penerima manfaat (KPM)  melalui pendampingan sosial secara massif membimbing keluarga pra sejahtera.

Fakta yang terjadi indikator kemiskinan di desa ternyata  tidak dapat terpotret melalui dokumen perencanaan pembangunan yaitu RPJMDesa dan RKPDesa, sehingga bukan  menjadi program prioritas desa. Masih banyak desa yang belum menganggarkan program berbasis kemiskinan untuk dibiayai dalam APBDes-nya.Dalam Permendes Prioritas 2020 ini, diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah desa, pendamping desa, beserta  masyarakat, sebagai petunjuk arah bagi desa dan masyarakat dalam musyawarah desa untuk menentukan arah pembangunan desa.

Oleh : Ari Arifin, S.Sos., M.Si

Penulis adalah Koordinator Forum Delegasi Musrenbang (FDM) Kabupaten Sumedang, dan Alumni HMI Cabang Sumedang