APA PERSAMAAN DAN PERBEDAAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) MENURUT
UU NO. 32/2004 DAN UU NO. 6/2014?
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan institusi
demokrasi perwakilan desa, meskipun ia bukanlah parlemen atau lembaga
legislatif seperti DPR. Ada pergeseran
kedudukan BPD dari UU No. 32/2004 ke UU No. 6/2014. Menurut UU No.
32/2004, BPD merupakan unsur penyelenggara Pemerintahan Desa bersama pemerintah
desa, yang berarti BPD ikut mengatur dan mengambil keputusan desa. Ini artinya
fungsi hukum (legislasi) BPD relatif kuat.
Sementara UU No. 6/2014 mengeluarkan BPD dari unsur
penyelenggara pemerintahan dan fungsi legislasi BPD. BPD bukan lagi menjadi
bagian dari unsur penyelenggara Pemerintahan Desa namun menjadi lembaga desa
yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sekaligus menjalankan fungsi menampung dan menyalurkan
aspirasi masyarakat desa. Di samping itu juga melakukan pengawasan kinerja
Kepala Desa dan menyelenggarakan musyawarah desa. BPD memiliki fungsi politik
(perwakilan, kontrol, permusyawaratan) yang lebih kuat sebagai ganti dari
perannya di bawah UU No. 32/2004.
Di Pasal 1 ayat (5)UU No. 6/2014 disebutkan bahwa Musyawarah Desa
atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara BPD, Pemerintah
Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis. Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (2) UU No. 6/2014, hal
yang bersifat strategis meliputi:
a. Penataan Desa;
b. Perencanaan Desa;
c. Kerja sama Desa;
d. Rencana investasi yang masuk ke Desa;
e. Pembentukan BUM Desa;
f. Penambahan dan pelepasan Aset Desa; dan
g. Kejadian luar biasa.
MENGAPA KEPALA DESA DAN PERANGKAT DESA MEMPEROLEH PENGHASILAN TETAP,
SEMENTARA BPD HANYA MEMPEROLEH TUNJANGAN?
Kepala Desa dan perangkat desa merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa yang bekerja setiap hari nonstop dan penuh waktu (full time). Karena itu mereka memperoleh penghasilan tetap. Sedangkan jabatan BPD, meskipun menjalankan fungsi pemerintahan, tidak menuntut kerja penuh waktu dan bersifat semi-relawan.Sebab itu BPD berhak menerima tunjangan tanpa penghasilan tetap.
APA PERBEDAAN MUSYAWARAH DESA DENGAN MUSYAWARAH PERENCANAAN
PEMBANGUNAN DESA?
Sesuai dengan Pasal 54 UU
Desa, Musyawarah Desa wajib diselenggarakan oleh BPD sedikitnya 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun untuk membicarakan dan memutuskan hal-hal strategis desa. Hal
strategis tersebut dapat berdasar kebutuhan maupun rutin. Agenda yang berdasar
kebutuhan semisal pendirian/pembubaran BUMDesa, pengelolaan aset desa, kerja
sama antar desa. Sementara agenda rutin adalah seperti pembahasan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDesa) danagenda strategis yang dibahas setiap
tahun terkaitpenetapan prioritas belanja desa berdasarkan kebutuhan masyarakat,
dan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kegiatan tahun sebelumnya.
Musyawarah desa diselenggarakan BPD dengan sumber pendanaan dari APBDesa.
Penyelenggaraan Musyawarah
Desa sangat penting artinya dalam mewujudkan demokrasi berlandaskan musyawarah (deliberative democracy),dimana
keputusan-keputusan penting menyangkut hajat kehidupan warga desa tidak hanya
diputuskan oleh pemerintah desa melainkan oleh seluruh komponen masyarakat.
Pelaksanaan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) merupakan perintah UU Desa,
persisnya di Pasal 80 ayat (2). Di ayat (3) Pasal yang sama diatur bahwa
Musrenbangdes menetapkan urusan yang lebih teknis, yaitu prioritas, program,
kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh APBDesa, swadaya
masyarakat Desa, dan/atau APBD Kabupaten/Kota.
Karena agenda teknis
tersebut, Musrenbangdes menjadi tanggung jawab Pemerintah Desa (kepala dan
perangkat desa). Meski demikian, proses Musrenbangdes harus tetap melibatkan BPD
dan masyarakat Desa, demi menjamin kualitas permusyawaratan dan mengawal mandat
Musyawarah Desa. Ketentuan yang lebih rinci tentang Musyawarah Desa dan
Perencanaan Pembangunan Desa diatur dalam Permendesa No. 2/2015 dan Permendagri
No. 114/2014.
APA YANG MEMBEDAKAN MUSRENBANGDES DI BAWAH ATURAN UU NO. 6/2014 DENGAN
UU SEBELUMNYA?
Ada perbedaan mendasar antara Musrenbangdesberdasarkan UU No. 6/2014
dengan Musrenbangdes sebelum UU Desa tersebut diterbitkan. Sebelum UU Desa,
Musrenbangdes dilaksanakan untuk menjaring aspirasi masyarakat Desa terhadap
pembangunan/pelayanan yang akan diselenggarakan oleh Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD). Dengan kata lain, dalam Musrenbangdes sebelumnya, Desa hanya
menjadi pihak yang mengusulkan dan menerima manfaat pembangunan, sementara
penyelenggara pembangunan bukanlah Desa melainkan SKPD.
Dalam pengaturan UU No. 6/2014, Musrenbangdes merupakan mekanisme
permusyawaratan yang memastikan Desa sebagai penyelenggara Pembangunan Desa
secara utuh. Desa, yakni seluruh unsur Pemerintah Desa dan masyarakat Desa,
membicarakan rencana pembangunan sekaligus menjadi subjek pelaksanaan dan
evaluasi Pembangunan Desa. Proyeksi UU Desa adalah memperkuat Desa sebagai
subjek pembangunan, bukan hanya pengusul atau penerima manfaat pembangunan.
MENGAPA MUSRENBANGDES DILAKUKAN BULAN JUNI BUKAN JANUARI?
UU Desa mengalokasikan
sumberdaya keuangan ke desa berdasarkan prinsip pengakuan dan subsidiaritas. Musrenbangdesmerupakan
kegiatan tahunan yang bertujuan untuk menetapkan prioritas belanja desa. Agar
agenda Pembangunan Desa sinergis dengan rencana pembangunan baik Pemerintah
maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, maka penyelenggaraan Musrenbangdes
dilakukan di bulan Juni.
Dengan demikian, Musrenbangdes
akan efektif karena seluruh sumber pendanaan yang signifikan bagi Desa telah
diketahui oleh desa yaitu setelahRKP (Rencana Kerja Pemerintah), dan RKPD
(Rencana Kerja Pembangunan Daerah), KUA (Kebijakan Umum Anggaran), dan PPAS
(Plafon Prioritas Anggaran Sementara) ditetapkan. Dengan diselenggarakan pada
bulan Juni, Musrenbangdes dapat menetapkan agendanya berdasar informasi yang
lebih lengkap sehingga dapat menghasilkan ketetapan yang operasional.
APA HUBUNGAN MUSYAWARAH DESA DAN MUSRENBANG DESA DENGAN MUSRENBANG YANG
DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH?
Musrenbang
diselenggarakan oleh pemerintah untuk menetapkan RKPD yang terdiri atas
program-program SKPD. Untuk menyusun program pelayanan/pembangunan, SKPD perlu
mendapatkan masukan dari masyarakat. Musdes/Musrenbangdes merupakan wahana yang
baik bagi SKPD untuk mendapatkan masukan tersebut. Karena itu Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota bisa menjadikan Musdes atau Musrenbangdes sebagai wahana untuk
menjaring usulan program/kegiatan pelayanan/pembangunan SKPD yang sebaiknya
dilakukan di desa.
APAKAH PERAN BPD DALAM MUSYAWARAH DESA?
BPD bertanggung jawab
menyelenggarakan Musyawarah Desa. Tanggung jawab itu mencakup tahap persiapan,
pelaksanaan dan pasca Musdes:
a.
Tahap persiapan, BPD
bertanggung jawab memastikan kelompok-kelompok masyarakat melakukan pemetaan
kebutuhan masyarakat secara partisipatif. Hasil pemetaan kebutuhan inilah yang
akan menjadi bahan dalam menetapkan prioritas belanja desa. BPD bersama
masyarakat juga melakukan penilaian terhadap hasil pembangunan yang dijadikan
bahan pembahasan Musyawarah Desa.
b.
Tahap pelaksanaan, BPD memimpin penyelenggaraan musyawarah desa.
c.
Tahap setelah Musyawarah Desa, BPD memastikan prioritas belanja yang
ditetapkan musdes dan rekomendasi berdasarkan kegiatan tahun sebelumnya
dilaksanakan oleh Pemerintahan Desa.
Ketentuan lebih rinci
tentang peran BPD dalam Musyawarah Desa telah diatur dalam Permendesa No.
2/2015.
APAKAH DENGAN HANYA MELIBATKAN PERWAKILAN ‘KELOMPOK’ DAN ‘TOKOH,
MUSYAWARAH DESA TIDAK AKAN DIKUASI HANYA OLEH ELITE DESA?
UU Desa menyatakan bahwa Musyawarah
Desa melibatkan masyarakat yang diwakili oleh unsur masyarakat, yakni perwakilan
kelompok dan tokoh masyarakat. Kelompok merujuk pada kelompok-kelompok sosial
yang ada di desa, bisa formal maupun informal mencakup kelompok tani, kelompok perempuan,
kelompok nelayan, dan lain sebagainya. Tokoh merujuk pada individu yang
memiliki pandangan yang perlu diperhatikan demi kemajuan desa seperti tokoh
pendidikan, tokoh keagamaan, tokoh adat, kader pemberdayaan desa dll. Dengan
pengertian di atas, memang ada resiko bahwa musyawarah desa akhirnya dapat
dibajak oleh kelompok elit desa.
Karena itu, adalah tugas
BPD dan fasilitator pendamping desa untuk menjamin kelompok masyarakat miskin
dan terpinggirkan secara sosial dan budaya, seperti perempuan, anak-anak dan kelompok
masyarakat berkebutuhan khusus akan tertampung kepentingannya dalam musyarawah
desa.
Ada dua cara untuk
menjamin ini terjadi. Pertama,
melibatkan kelompok masyarakat miskin dan terpinggirkan dalam musyawarah desa,
baik dalam penilaian kebutuhan maupun dalam proses pengambilan keputusan dalam
tahap pelaksanaan musyawarah;Kedua,
kalau ada keterbatasan kelompok miskin terlibat dalam proses –karena
keterbatasan akses, kapasitas dan apatisme- maka BPD dan faslitator harus
memperjuangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan kelompok miskin dan
terpinggirkan. Ini dapat memanfaatkan serangkaian metode dan alat untuk
menjadikan prioritas belanja lebih berpihak pada peningkatan kesejahteraan
kelompok miskin dan terpinggirkan.