Oleh :
Alfurkon Setiawan *)
Pembangunan
perbatasan, termuat dalam poin ketiga dari Nawacita. Presiden Jokowi-JK
menebalkan prase membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan.
Pembangunan
tidak lagi terpusat di perkotaan (Sentralisasi), melainkan harus dilakukan
menyebar di seluruh pelosok Indonesia (Desentralisasi).
Gambar : setkab.go.id |
Pada hakekatnya,
pembangunan daerah merupakan kewenangan dari pemerintah daerah, baik provinsi
maupun kabupaten/kota, sedangkan pemerintah berfungsi sebagai motivator dan
fasilitator dalam percepatan pembangunan daerah tertinggal. Namun demikian,
pembangunan daerah tertinggal tidak mungkin berhasil tanpa dukungan dan kerja
keras para pemangku kepentingan (stakeholders).
Setiap
daerah tidak harus sama dalam melaksanakan pembangunan, perbedaan dalam
pembangunan memang perlu dilakukan, demi mengakomodir karakteristik dan
kemampuan masing-masing wilayah.
Membangun
daerah pinggiran, bukan saja terkait kewilayahan atau geografis daerah daerah
yang berdekatan dengan perbatasan negara tetangga, tetapi juga soal manusia
yang terpinggirkan dan kurang mampu secara ekonomi. Pinggiran juga menunjukan
kondisi masih minimnya pembangunan di wilayah tersebut. Hal ini, sebagai dampak
dari pembangunan yang selama ini hanya menitikberatkan pada kawasan perkotaan,
yang dianggap sebagai pusat pertumbuhan.
Untuk
mendukung peningkatan pembangunan fisik di daerah, Pemerintahan Jokowi
meningkatan anggaran transfer ke daerah dan dana desa dari tahun ke tahun.
Peningkatan alokasi dana desa secara bertahap ini, sekaligus untuk memenuhi
amanat UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Langkah yang
paling tepat untuk membangun dari pinggiran adalah dengan membangun jalan raya,
untuk meningkatkan akses konektivitas. Konektivitas yang terjadi nantinya akan
mengakselarasi pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Pembangunan jalan raya
di perbatasan akan memudahkan pengawasan, sehingga wilayah Indonesia di
perbatasan tidak lagi diklaim sebagai milik negara tetangga.
Kebijakan
Presiden Jokowi membangun Indonesia dari pinggiran sangatlah tepat. Daerah
pinggiran yang berbatasan langsung dengan negara negara tetangga, harus menjadi
titik perhatian utama pemerintah. Tidak hanya membangun jalan, pemerintah harus
mendirikan puskesmas, sekolah, pasar, pembangkit listrik dan infrastruktur
lainnya, sehingga masyarakat yang tinggal di perbatasan mendapat jaminan mata pencarian,
akses kesehatan, akses pendidikan, dan akses penerangan listrik. Wajah
perbatasan Indonesia, harus lebih baik dari negara tetangga.
Menurut
Kartasasmita, bahwa hakekat pembangunan nasional adalah manusia Indonesia itu
sendiri, yang merupakan titik pusat dari segala upaya pembangunan dan yang akan
dibangun adalah kemampuan dan kekuatannya sebagai pelaksana dan penggerak
pembangunan.
Konsep Pentingnya Membangun Dari Pinggiran Desa
Konsep membangun
dari pinggiran ramai dibicarakan publik sejak tahun 2014, ketika Ir. Joko
Widodo, mencalonkan Presiden, dengan mencanangkan serangkaian agendanya yang
dikenal dengan nama Nawa Cita (sembilan Agenda). Agenda membangun dari
pinggiran muncul pada urutan ke tiga, selengkapnya berbunyi Membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan. Konsep tersebut, sangat menarik untuk ditinjau
dari berbagai perspektif ilmu ekonomi regional, konsep tersebut menjadi
istimewa karena tergolong amat langka dan amat jarang didiskusikan dalam forum
forum akademis.
Dalam masa
lima tahun pemerintahannya, Presiden Joko Widodo akan memberikan perhatian
khusus untuk membangun daerah daerah pinggiran yang selama ini tertinggal.
Tekad Jokowi tersebut, sejalan dengan butir ketiga Nawa Cita yakni membangun
Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam
kerangka negara kesatuan.
Pembangunan
pedesaan, tidak bisa dipisahkan dari gagasan kemandirian bangsa. Seperti kita
tahu, bahwa Mahatma Gandhi membebaskan India dari belenggu kolonial Inggris,
antara lain melalui Swadeshi. Gandhi mendorong kemandirian ekonomi lokal, bahwa
sampai tingkat desa. Gandhi memutarbalikan konsep produksi kolonial Inggris
yang cenderung tersentral, padat modal, terindustrialisasi dan mekanis. Gandhi
menentang produksi massal yang merendahkan martabat manusia, sebaliknya
menyarankan produksi oleh massa (rakyat). Kemandirian desa dicerminkan oleh
semua jenis profesi, seperti : tukang kayu, pande besi, pemahat, mekanik,
petani, nelayan, pembuat kue, penenun, guru, bankir, pedagang, pemusik, seniman
dan ulama. Desa adalah miniatur negeri.
Prioritas Pembangunan di Perdesaan
Sesuai
amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pembangunan perdesaan ditujukan untuk
meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat desa. Caranya, dengan
mendorong pembangunan desa desa mandiri dan berkelanjutan yang memiliki
ketahanan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Upaya mengurangi kesenjangan antara
desa dan kota dilakukan dengan mempercepat pembangunan desa desa mandiri serta
membangun keterkaitan ekonomi lokal, antara desa dan kota melalui pembangunan
kawasan perdesaan.
Desa sebagai
isu besar pembangunan dari pinggiran, tentu saja membuat banyak para pihak
berharap besar. Terutama masyarakat desa yang jauh dari pusat kota, yang selama
ini dianaktirikan. Sikap Pemerintah pusat terhadap daerah tersebut, semakin
tidak terbantahkan ketika berbagai program pemerintah di gelontorkan ke desa,
sehingga isu desa masuk ke ruang publik disaat pemerintah mengucurkan anggaran
negara melalui dana desa dan alokasi dana desa.
Desa adalah
sebuah kawasan yang sering dipersepsikan orang kota sebagai tempat yang nyaman
dan indah. Meski kadang menyimpan sebuah potret buram kemiskinan. Citra buruk
itulah yang hendak dihapus oleh Pemerintah. Untuk itu, mulai tahun 2015
pemerintah secara bertahap menjalankan amanat yang tertera pada undang-undang
tentang desa. Di dalamnya ada kewajiban pemerintah memberikan dana desa. ana
desa yang akan dikucurkan yaitu sebesar Rp. 20 trilliun, tegas Bambang
Brodjonegoro, Menteri Keuangan RI, di Jakarta akhir tahun (24/12/2014).
Menurut
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan
Maharani, bahwa tekad membangun desa itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam
mewujudkan program Nawa Cita yang salah satunya adalah membangun Indonesia
dari pinggiran, dengan cara memperkuat daerah daerah dan desa dalam rangka
NKRI.
Pembangunan
desa harus menjadi prioritas dalam pembangunan nasional, karena sangat terkait
dengan upaya membangun Indonesia dari pinggiran dengan cara memperkuat daerah
daerah,kata Puan saat meluncurkan Gerakan Pembangunan Desa Semesta di kantor
Kemenko PMK, Jakarta (7/4/2015).
Pemerintah
harus memiliki komitmen yang kuat untuk membangun Indonesia dari segala bidang,
secara menyeluruh, adil dan merata. Hal ini selarah dengan semangat Nawacita,
bahwa pembangunan ditujukan untuk mewujudkan kedaulan politik, kemandirian
ekonomi dan kepribadian di bidang kebudayaan. Pembangunan desa menjadi suatu
prioritas pemerintah saat ini, sebagaimana tertuang dalam Nawacita ketiga.
Selain itu, untuk menjembatani kesenjangan antar-wilayah. Hal tersebut
dimaksudkan agar pembangunan dapat secara langsung meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan, khususnya di daerah tertinggal, terdepan dan terluar.
Jadi UU No.
6 tahun 2014 tentang Desa, menjadi tonggak perubahan pradigma pengaturan desa.
Desa tidak lagi dianggap sebagai obyek pembangunan, melainkan ditempatkan
menjadi subyek dan ujung tombak pembangunan dalam peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Desa mempunyai kewenangan untuk mengatur sendiri pembangunan yang
dilakukan diwilayahnya. Tujuan dari semua itu, tidak lain adalah untuk
memudahkan desa mewujudkan kesejahteraan bagi warganya.
Ketimpangan
pembangunan antara Jawa dengan luar Jawa, kota dengan desa harus segera
diatasi. Harus ada pemerataan pembangunan di daerah-daerah atau desa-desa, guna
menekan perpindahan penduduk desa ke kota sekaligus menekan segala macam
konflik yang disebabkan oleh urbanisasi ini. Urbanisasi akan menyebabkan dua
hal yaitu permasalahan di desa asal dan juga permasalahan di kota sebagai
daerah tujuan. Ada banyak masalah sosial budaya akibat dari perpindahan
penduduk ini yang terjadi di dua lokus itu (desa dan kota). Sehingga semakin
besarnya arus urbanisasi dari desa-kota, maka akan menyebabkan timbulnya
ketidakmerataan persebaran penduduk antar desa dan kota.
Suatu
pembangunan akan tepat mengenai sasaran, terlaksana dengan baik dan
dimanfaatkan hasilnya, apabila pembangunan yang dilakukan tersebut benar-benar
memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk memungkinkan hal itu terjadi, khususnya
pembangunan perdesaan, mutlak diperlukan pemberdayaan masyarakat desa mulai
dari keikutsertaan perencanaan sampai pada hasil akhir dari pembangunan
tersebut. Semoga tidak terjadi perbedaan yang signifikan antara pembangunan di
perkotaan dengan pembangunan di perdesaan.
*) Penulis
adalah : Asisten Staf Khusus Presiden.